Mengenai Saya

Foto saya
slumbung,ngadiluwih,kediri, jawa timur, Indonesia
AKU ANAK SULUNG DARI 5 SAUDARA

AHLAN WA SAHLAN

AHLAN WA SAHLAN
BI KHUDURIKUM....................!!!!!!!!!!
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA,DI BLOG SAYA YANG SEDERHANA INI....
BLOG INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK KEDUA ORANG TUA SAYA.....
IBU DAN BAPAK SAYA TERCINTA...
MAAFKANLAH ANAKMU YANG SERING NYUSAHIN INI...
SERTA ORANG ORANG TERDEKAT SAYA......
SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT...!!!!!
AMIN.....!!!!


Rabu, 23 Maret 2011

PRINSIP DUNIA JARINGAN

Ada prinsip dalam dunia keamanan jaringan yang berbunyi “kekuatan sebuah rantai
tergantung dari atau terletak pada sambungan yang terlemah” atau dalam bahasa asingnya
“the strength of a chain depends on the weakest link”. Apa atau siapakah “the weakest link”
atau “komponen terlemah” dalam sebuah sistem jaringan komputer? Ternyata jawabannya
adalah: manusia. Walaupun sebuah sistem telah dilindungi dengan piranti keras dan piranti
lunak canggih penangkal serangan seperti firewalls, anti virus, IDS/IPS, dan lain sebagainya
– tetapi jika manusia yang mengoperasikannya lalai, maka keseluruhan peralatan itu tidaklah
ada artinya. Para kriminal dunia maya paham betul akan hal ini sehingga kemudian mereka
mulai menggunakan suatu kiat tertentu yang dinamakan sebagai “social engineering” untuk
mendapatkan informasi penting dan krusial yang disimpan secara rahasia oleh manusia.
Kelemahan Manusia
Menurut definisi, “social engineering” adalah suatu teknik ‘pencurian’ atau pengambilan data
atau informasi penting/krusial/rahasia dari seseorang dengan cara menggunakan pendekatan
manusiawi melalui mekanisme interaksi sosial. Atau dengan kata lain social engineering
adalah suatu teknik memperoleh data/informasi rahasia dengan cara mengeksploitasi
kelemahan manusia. Contohnya kelemahan manusia yang dimaksud misalnya:
Rasa Takut – jika seorang pegawai atau karyawan dimintai data atau informasi dari
atasannya, polisi, atau penegak hukum yang lain, biasanya yang bersangkutan akan
langsung memberikan tanpa merasa sungkan;
Rasa Percaya – jika seorang individu dimintai data atau informasi dari teman baik,
rekan sejawat, sanak saudara, atau sekretaris, biasanya yang bersangkutan akan
langsung memberikannya tanpa harus merasa curiga; dan
Rasa Ingin Menolong – jika seseorang dimintai data atau informasi dari orang yang
sedang tertimpa musibah, dalam kesedihan yang mendalam, menjadi korban bencana,
atau berada dalam duka, biasanya yang bersangkutan akan langsung memberikan data
atau informasi yang diinginkan tanpa bertanya lebih dahulu.
Tipe Social Engineering
Pada dasarnya teknik social engineering dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu: berbasis
interaksi sosial dan berbasis interaksi komputer. Berikut adalah sejumlah teknik social
engineering yang biasa dipergunakan oleh kriminal, musuh, penjahat, penipu, atau mereka
yang memiliki intensi tidak baik. Dalam skenario ini yang menjadi sasaran penipuan adalah
individu yang bekerja di divisi teknologi informasi perusahaan. Modus operandinya sama,
yaitu melalui medium telepon.
Skenario 1 (Kedok sebagai User Penting)
Seorang penipu menelpon help desk bagian divisi teknologi informasi dan mengatakan hal
sebagai berikut “Halo, di sini pak Abraham, Direktur Keuangan. Saya mau log in tapi lupa
password saya. Boleh tolong beritahu sekarang agar saya dapat segera bekerja?”. Karena
takut – dan merasa sedikit tersanjung karena untuk pertama kalinya dapat berbicara dan
mendengar suara Direktur Keuangan perusahaannya – yang bersangkutan langsung
memberikan password yang dimaksud tanpa rasa curiga sedikitpun. Si penipu bisa tahu nama
Direktur Keuangannya adalah Abraham karena melihat dari situs perusahaan.
Skenario 2 (Kedok sebagai User yang Sah)
Dengan mengaku sebagai rekan kerja dari departemen yang berbeda, seorang wanita
menelepon staf junior teknologi informasi sambil berkata “Halo, ini Iwan ya? Wan, ini Septi
dari Divisi Marketing, dulu kita satu grup waktu outing kantor di Cisarua. Bisa tolong bantu
reset password-ku tidak? Dirubah saja menjadi tanggal lahirku. Aku takut ada orang yang
tahu passwordku, sementara saat ini aku di luar kantor dan tidak bisa merubahnya. Bisa
bantu ya?”. Sang junior yang tahu persis setahun yang lalu merasa berjumpa Septi dalam
acara kantor langsung melakukan yang diminta rekan sekerjanya tersebut tanpa melakukan
cek dan ricek. Sementara kriminal yang mengaku sebagai Septi mengetahui nama-nama
terkait dari majalah dinding “Aktivitas” yang dipajang di lobby perusahaan – dan nomor
telepon Iwan diketahuinya dari Satpam dan/atau receptionist.
Skenario 3 (Kedok sebagai Mitra Vendor)
Dalam hal ini penjahat yang mengaku sebagai mitra vendor menelepon bagian operasional
teknologi informasi dengan mengajak berbicara hal-hal yang bersifat teknis sebagai berikut:
“Pak Aryo, saya Ronald dari PT Teknik Alih Daya Abadi, yang membantu outsource file
CRM perusahaan Bapak. Hari ini kami ingin Bapak mencoba modul baru kami secara cumacuma.
Boleh saya tahu username dan password Bapak agar dapat saya bantu instalasi dari
tempat saya? Nanti kalau sudah terinstal, Bapak dapat mencoba fitur-fitur dan fasilitas
canggih dari program CRM versi terbaru.” Merasa mendapatkan kesempatan, kepercayaan,
dan penghargaan, yang bersangkutan langsung memberikan username dan passwordnya
kepada si penjahat tanpa merasa curiga sedikitpun. Sekali lagi sang penjahat bisa tahu namanama
yang bersangkutan melalui berita-berita di koran dan majalah mengenai produk/jasa PT
Teknik Alih Daya Abadi dan nama-nama klien utamanya.
Skenario 4 (Kedok sebagai Konsultan Audit)
Kali ini seorang penipu menelpon Manajer Teknologi Informasi dengan menggunakan
pendekatan sebagai berikut: “Selamat pagi Pak Basuki, nama saya Roni Setiadi, auditor
teknologi informasi eksternal yang ditunjuk perusahaan untuk melakukan validasi prosedur.
Sebagai seorang Manajer Teknologi Informasi, boleh saya tahu bagaimana cara Bapak
melindungi website perusahaan agar tidak terkena serangan defacement dari hacker?”.
Merasa tertantang kompetensinya, dengan panjang lebar yang bersangkutan cerita mengenai
struktur keamanan website yang diimplementasikan perusahaannya. Tentu saja sang kriminal
tertawa dan sangat senang sekali mendengarkan bocoran kelemahan ini, sehingga
mempermudah yang bersangkutan dalam melakukan serangan.
Skenario 5 (Kedok sebagai Penegak Hukum)
Contoh terakhir ini adalah peristiwa klasik yang sering terjadi dan dipergunakan sebagai
pendekatan penjahat kepada calon korbannya: “Selamat sore Pak, kami dari Kepolisian yang
bekerjasama dengan Tim Insiden Keamanan Internet Nasional. Hasil monitoring kami
memperlihatkan sedang ada serangan menuju server anda dari luar negeri. Kami bermaksud
untuk melindunginya. Bisa tolong diberikan perincian kepada kami mengenai topologi dan
spesifikasi jaringan anda secara detail?”. Tentu saja yang bersangkutan biasanya langsung
memberikan informasi penting tersebut karena merasa takut untuk menanyakan keabsahan
atau keaslian identitas penelpon.
Sementara itu untuk jenis kedua, yaitu menggunakan komputer atau piranti elektronik/digital
lain sebagai alat bantu, cukup banyak modus operandi yang sering dipergunakan seperti:
Skenario 1 (Teknik Phishing – melalui Email)
Strategi ini adalah yang paling banyak dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia.
Biasanya si penjahat menyamar sebagai pegawai atau karyawan sah yang merepresentasikan
bank. Email yang dimaksud berbunyi misalnya sebagai berikut:
“Pelanggan Yth. Sehubungan sedang dilakukannya upgrade sistem teknologi
informasi di bank ini, maka agar anda tetap mendapatkan pelayanan perbankan yang prima,
mohon disampaikan kepada kami nomor rekening, username, dan password anda untuk kami
perbaharui. Agar aman, lakukanlah dengan cara me-reply electronic mail ini. Terima kasih
atas perhatian dan koordinasi anda sebagai pelanggan setia kami.
Wassalam,
Manajer Teknologi Informasi”
Bagaimana caranya si penjahat tahu alamat email yang bersangkutan? Banyak cara yang
dapat diambil, seperti: melakukan searching di internet, mendapatkan keterangan dari kartu
nama, melihatnya dari anggota mailing list, dan lain sebagainya.
Skenario 2 (Teknik Phishing – melalui SMS)
Pengguna telepon genggam di Indonesia naik secara pesat. Sudah lebih dari 100 juta nomor
terjual pada akhir tahun 2008. Pelaku kriminal kerap memanfaatkan fitur-fitur yang ada pada
telepon genggam atau sejenisnya untuk melakukan social engineering seperti yang terlihat
pada contoh SMS berikut ini:
“Selamat. Anda baru saja memenangkan hadiah sebesar Rp 25,000,000 dari Bank X
yang bekerjasama dengan provider telekomunikasi Y. Agar kami dapat segera mentransfer
uang tunai kemenangan ke rekening bank anda, mohon diinformasikan user name dan
passoword internet bank anda kepada kami. Sekali lagi kami atas nama Manajemen Bank X
mengucapkan selamat atas kemenangan anda…”
Skenario 3 (Teknik Phishing – melalui Pop Up Windows)
Ketika seseorang sedang berselancar di internet, tiba-tiba muncul sebuah “pop up window”
yang bertuliskan sebagai berikut:
“Komputer anda telah terjangkiti virus yang sangat berbahaya. Untuk
membersihkannya, tekanlah tombol BERSIHKAN di bawah ini.”
Tentu saja para awam tanpa pikir panjang langsung menekan tombol BERSIHKAN yang
akibatnya justru sebaliknya, dimana penjahat berhasil mengambil alih komputer terkait yang
dapat dimasukkan virus atau program mata-mata lainnya.

semoga bermanfaat
:))

Lirik lagu Udin Majnun Udin Sedunia

Ini lagu tentang sebuah nama..
Kata orang udin nama kampungan
Jadi lagu enak juga didengar
Kalau gak percaya, simak dengan seksama
Udin yang pertama, namanya awaludin
Udin yang suka di kamar, namanya kamarudin
Udin yang hidup di jalanan, namanya jalaludin
Udin penggembala, namanya sapiudin
Moooooo…
Udin udin, namamu norak tapi terkenal
Udin udin, walaupun norak banyak yang sukahahahaha..
Udin yang sering ke masjid, namanya alimudin
Udin yang rajin berdoa, namanya aminudin
Udin yang agak stress, namanya sarapudin
Udin yang tidak stress, namanya sadarudin
Udin udin, namamu norak tapi terkenal
Udin udin, walaupun norak banyak yang sukahahahaha..
Udin yang penjual nasi, namanya nashirudin”
Udin yang suka ke wc, namanya tahirudin
Udin yang suka telepon, namanya hapipudin
Udin yang jadi teroris, namanya!!!
Noordin m top!
Udin udin, namamu norak tapi terkenal
Udin udin, walaupun norak banyak yang sukahahahaha..
Udin yang terakhir… Namanya akhirudin…

Lirik lagu Lyla Magic

Posting lirik ini di blog anda
Kau hanya tersenyum, aku terpikat
Kau hanya berkedip, aku terpesona
Saat kau bicara aku tak kuasa
Mendengar suaramu
Semua yang kau lakukan is magic
Semua yang kau berikan is magic
Semua yang kau lakukan is magic
Semua yang kau berikan is magic
Bagiku kau yang terindah
Maha karya Tuhan menciptakanmu
Begitu indahnya makhluk sepertimu
Saat kau bicara aku tak kuasa
Mendengar suaramu
Semua yang kau lakukan is magic
Semua yang kau berikan is magic
Semua yang kau lakukan is magic
Semua yang kau berikan is magic
Bagiku kau yang terindah
Semua yang kau lakukan is magic, is magic
Semua yang kau lakukan is magic
Semua yang kau berikan is magic
Semua yang kau lakukan is magic
Semua yang kau berikan is magic
Is magic aha aha aha is magic

Lirik lagu Smash Versi OVJ Cenat-Cenut

Ce ce ce cenat cenut..
Ce ce ce cenat cenut..
Aku tahu kenapa hatiku cenat cenut
Mungkin saat itu kau sedang kentut
Aku tahu kenapa kau jadi malu
Mungkin kau salah, kau salah pake baju ( baju mertua )
Ku tahu, kenapa lidahmu kelu
Mungkin saat itu, kau telat minum susu
Aku tahu kenapa merinding bulu romamu
Mungkin di belakangmu ada anak hantu
Bibirmu dower.. Bibirmu dower..
Cenat cenut cenat cenut, kayak badut kayak badut
Kalo lagi ngerayu cewek
Bibirmu dower.. Bibirmu dower..
Cenat cenut cenat cenut, kayak marmut kayak marmut
Kalo lagi ngerayu cewek
Aku gak tahu, ka kapan kau dan dia ber bertemu
(Emang pernah ketemu lu?)
Kayaknya waktu itu, pa pas mati lampu deh
Sampe lu gak liat yang ada di depan lu
Akhirnya, lu malah kejedot pintu
Hati hati ada anjing yang lagi nungguin kamu
Bisa bisa nanti dibawa ke penghulu lu
Betul betul betul.
Lepaskan semua beban dan gundah di hatimu
Lagu ini cuma buat lucu lucu
Bibirmu dower.. Bibirmu dower..
Cenat cenut cenat cenut, kayak badut kayak badut
Kalo lagi ngerayu cewek
Bibirmu dower.. Bibirmu dower..
Cenat cenut cenat cenut, kayak marmut kayak marmut
Kalo lagi ngerayu cewek
Lagu ini tercipta hanya khusus buat kamu kamu
Yang suka dower bibirnya
Kalo lihat cewek, merasa dirinya asyik padahal ngak ada isi
Jangan diambil hati
La la la li li li
Bibirmu dower.. Bibirmu dower..
Cenat cenut cenat cenut kayak badut kayak badut
Kalo lagi ngerayu cewek
Bibirmu dower.. Bibirmu dower..
Cenat cenut cenat cenut kayak marmut kayak marmut
Kalo lagi ngerayu cewek
Jangan ketawa bibir bibir gua mulu dong Dul
Ah konyol lu ah
Ah, tenang aja Ais
Asyik ada Unui yang belain
Bibirmu dower

Lirik lagu Smash I Heart You

Kenapa hatiku cenat-cenut tiap ada kamu
Selalu peluh pun menetes setiap dekat kamu
Kenapa salah tingkah tiap kau tatap aku
Selalu diriku malu tiap kau puji aku
Kenapa lidahku kelu tiap kau panggil aku
Selalu merinding romaku tiap kau sentuh aku
Mengapa otakku beku tiap memikirkanmu
Selalu tubuhku lunglai tiap kau bisikkan cinta
You know me so well (you know me so well)
Girl i need you (girl i need you)
Girl i love you (girl i love you)
Girl i heart you
I know you so well (i know you so well)
Girl i need you (girl i need you)
Girl i love you (girl i love you)
Girl i heart you
Tahukah kamu saat kita pertama jumpa
Hatiku berkata padamu ada yang berbeda
Tahukah sejak kita sering jalan bersama
Tiap jam menit detikku hanya ingin berdua
Tahukah kamu ku takkan pernah lupa
Saat kau bilang kau punya rasa yang sama
Ku tak menyangka aku bahagia ingin ku peluk dunia
Kau izinkan aku tuk dapat rasakan cinta
You know me so well
Girl i need you (girl i need you)
Girl i love you (girl i love you)
lyricsalls.blogspot.com
Girl i heart you
I know you so well
Girl i need you (girl i need you)
Girl i love you (girl i love you)
Girl i heart you
Hatiku rasakan cinta, dia buatku salah tingkah
I know you so well, you know me so well
You heart me girl, i heart you back
I miss you, i love you, ah ah ah
I need you, i love you, i heart you baby
I need you, i love you, i heart you baby
Baby, you know me so well (you know me so well)
Girl i need you (girl i need you)
Girl i love you (girl i love you)
Girl i heart you
I know you so well (i know you so well)
Girl i need you (oh i need you)
Girl i love you (oh i love you)
Tak ada yang bisa memisahkan cinta
Waktu pun takkan tega
Kau dan aku bersama selamanya

Rabu, 16 Maret 2011

Gus Dur-Cak Imin, Sandiwara Politik?


Cetak E-mail
Seorang teman santri lulusan S2 Unair mengaku curiga soal konflik Gus Dur-Cak Imin. Jangan-jangan dua tokoh PKB itu hanya sandiwara. ”Soalnya tradisi keluarga Pesantren Tebuireng sering seperti itu,” katanya. Artinya, meski terlibat perbedaan pendapat cukup tajam – bahkan marah-marah –ternyata di balik konflik mereka tertawa-tawa ketika bertemu dalam acara keluarga. Dalam bahasa Jawa, habis gegeran lalu gergeran.
Teman saya itu lalu mengutip cerita Gus Solah, adik kandung Gus Dur. Menurut Gus Solah, dari sekian saudara itu biasanya ada tiga orang yang selalu terlibat debat keras dalam rapat keluarga. Mereka adalah Gus Dur, Gus Solah dan Nyai Liliek Wahid.
Tiga bersaudara ini saling mempertahankan pendapat dan pendiriannya masing. Tak jarang Gus Dur walk out alias meninggalkan rapat keluarga dengan nada marah-marah. Tapi besoknya Gus Dur malah mengirim dr Umar Wahid – adik Gus Dur yang lain – untuk menyampaikan permintaan maaf kepada saudara-saudaranya yang lain. Intinya, Gus Dur dan saudara-saudaranya sudah terbiasa konflik, tapi setelah itu sama-sama saling memaafkan.
”Karena itu saya curiga, Cak. Jangan-jangan Gus Dur dan Cak Imin hanya konflik di permukaan, tapi dalam acara keluarga malah tertawa-tawa. Kan Cak Imin keponakan Gus Dur,” kata teman itu lagi kepada saya.
Saya kira konflik ini memang harus dipahami dalam dua perspektif. Pertama, perspektif negatif (syuudzan). Dalam perspektif negatif konflik Gus Dur-Cak Imin adalah konflik faktual. Artinya, konflik itu adalah fakta politik yang bersifat hitam-putih.
Kedua, perspektif positif (husnudzan) yang memahami peristiwa ini sebagai pseudo-konflik. Dalam perspektif ini konflik Gus Dur-Cak Imin adalah bagian dari ”sandiwara politik”. Nah, dalam kontek ini kita bisa menemukan penjelasan dalam teori Erving Goffman. Dalam perspektif Goffman, konflik Gus Dur-Cak Imin adalah bagian dari dramaturgi politik. Goffman melukiskan kehidupan sosial dengan metafora teater yang terdiri dari front stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang).
Inti proposisi Goffman, apa yang tampak di panggung depan (publik) bukanlah cermin atau realitas sebenarnya dari panggung belakang. Jadi, meski di ruang publik Gus Dur-Cak Imin seolah terlibat konflik sengit, tapi sejatinya mereka akur-akur saja ketika bertemu dalam acara keluarga. Karena itu mudah dipahami jika dalam kasus konflik Gus Dur-Cak Imin muncul spekulasi politik, jangan-jangan konflik terbuka itu sengaja dicipta untuk kepentingan publikasi. Sementara di balik panggung publik paman-keponakan itu justeru ha ha-he he.
Beberapa kiai bahkan punya asumsi bahwa Gus Dur sejatinya kini sedang melakukan proses penempaan karakter kepemimpinan ala pesantren salaf. Dalam sejarah tradisional pesantren, kiai-kiai mukasyafah (weruh sa’durungi winarah atau tahu sebelum peristiwa itu terjadi) sering membentuk karakter dan mendidik mental kepemimpinan santrinya dengan metode efek biliar.
Syaikhona Kholil Abdul Latif Bangkalan, misalnya, pernah memerintahkan santrinya agar menyiapkan senjata dan pentungan karena akan ada macan masuk pesantren yang dipimpinannya. Para santri sigap. Ada yang mengambil batu, pentungan dan sebagainya. Namun setelah ditunggu, ternyata yang muncul justeru anak muda bertubuh kecil kurus. Para santri bingung dan bertanya, mana macannya, kiai?
Syaikhona memberi isyarat bahwa pemuda kecil itulah macannya. Serentak para santri mengejar dan melempari batu santri baru itu. Peristiwa dramatis ini kemudian dipahami sebagai isyarat bahwa pemuda itu kelak akan jadi ”macan” atau tokoh besar Indonesia yang tahan banting. Siapa dia? Sebagian menyebut pemuda itu adalah KH A Wahab Hasbullah, namun sebagian lagi menyatakan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Mana yang benar? Wallahua’lam. Yang pasti, proses penggodogan calon pemimpin dengan cara ”menyakiti” seperti ini lumrah terjadi dalam kultur pesantren yang dipimpin kiai mukasyafah.
Tampaknya tradisi ini mengalir dari sejarah Nabi Khidir ketika ”menguji” Nabi Musa dalam ”kelana spiritual”, disamping para sufi yang sulit dinalar. Bertolak dari paradigma ini, maka konflik yang mendera PKB bisa jadi bagian dari kawah candradimuka yang secara natural untuk mematangkan jiwa kepemimpinan anak-anak muda NU dalam panggung politik yang secara sadar atau tak sadar dicipta oleh Gus Dur.
Faktanya, konflik ini justeru menjadi momentum kelahiran para pemimpin baru sekaligus keterlepasan dari kepompong figur kharismatik Gus Dur. Jadi, sejatinya peristiwa ini adalah awal era baru dalam kultur kepemimpinan politik NU.
Memang, belum bisa diketahui secara pasti, bagaimana tren kultural kepemimpinan politik NU ke depan. Tapi tampaknya faktor paternalistik yang selama ini menjadi kekuatan hegemonik akan mulai berkurang dalam politik NU. Ini berarti, faktor achievement oriented (berorientasi prestasi) akan mendapat tempat terhormat dalam politik NU ke depan. Selain itu tentu kekuatan karakter dan penguasaan terhadap kultur NU akan tetap dominan.
Jadi, yang potensial memegang mandat kepemimpinan politik NU ke depan adalah mereka yang memiliki kekuatan karakter dan moralitas ke-NU-an, disamping profesionalisme. Moralitas ke-NU-an ini penting karena diantaranya adalah bisa menghormati kiai. Sulit dibayangkan, misalnya, seorang politisi NU tapi tak memiliki tradisi menghormati kiai.
Sebab dalam tradisi NU dan pesantren ucapan Sayidina Ali, “ana ‘abdu man ‘allamani harfan, in sya`a ba’a, wa in sya`a a’taqa wa in sya’a istaqarra” (Saya adalah hamba orang yang pernah mengajarkan satu huruf kepada saya, apabila ia mau boleh menjualku, memerdekakanku, atau tetap memperbudakku) sangat populer. Karena itu perhormatan terhadap guru (kiai) mutlak. Sayangnya, banyak politisi kita yang kadang alpa terhadap masalah ini.
Namun terlepas dari dramaturgi politik dan paradigma pesantren, sejatinya ada rasionalitas politik di balik konflik Gus Dur-Cak Imin. Terutama, jika dilihat dari perspektif regenerasi kepemimpinan. Pepatah Arab menyatakan, bahwa setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. Nah, dalam perspektif ini, konflik Gus Dur-Cak Imin bisa dipahami sebagai sunnatullah, keharusan sejarah.
Buktinya, dengan adanya konflik ini aura dan jati diri kader-kader muda PKB yang selama ini berada di bawah bayang-bayang Gus Dur muncul secara spektakular. Jadi – sekali lagi – tampaknya Gus Dur sengaja ”mempemainkan” kader-kadernya agar segera mandiri, tidak selalu berada di balik bayang-bayang Gus Dur.
Peristiwa ini sekaligus menunjukkan bahwa regenerasi dalam PKB berlangsung secara alamiah dan dahsyat.
Pada sisi lain juga berarti bahwa konflik bukan sesuatu yang harus diratapi, tapi harus kita kelola secara kreatif agar menjadi energi untuk kekuatan ke depan. Apalagi, selain potensial melahirkan pemimpin berjiwa tangguh, konflik juga bisa melahirkan tokoh yang terampil mengelola konflik. Wallahu a’lam bisshawab.

gus dur

HINGGA kini, mungkin publik belum tahu mengapa Gus Dur sering melawan arus sehingga terkesan kontroversial. Bapak demokrasi-pluralisme itu bahkan sering pasang badan ketika memperjuangkan prinsip kebenaran yang diyakini.

Gus Dur, selain mewarisi sikap progresif-inovatif ayahnya, KH Abdul Wahid Hasyim, adalah penganut fanatik Thomas Carly. Menurut Carly, dunia membutuhkan pahlawan yang memiliki ''keberanian dan individualitas'' tersendiri. Prinsip Carly itu dipegang teguh oleh Gus Dur sejak muda, jauh sebelum terpilih sebagai ketua umum PB NU dalam muktamar ke-27 di Situbondo 1984.

Karena itu, mudah dipahami jika Gus Dur sangat teguh pendirian dan tampil sebagai pemimpin berkarakter. Gus Dur tak peduli meski harus berseberangan dengan para tokoh dan kiai sekalipun. Beliau tak peduli, apakah langkahnya memperjuangkan prinsip itu mengancam posisi dan popularitasnya. Sebab, pahlawan memang tak butuh aksesori sosial, seperti pujian atau popularitas.

Ketokohan Gus Dur yang ditopang oleh karisma, kecerdasan intelektual, dan geneologi kekiaian memang luar biasa. Bahkan, sebagian warga NU meyakini tokoh sekaliber Gus Dur hanya lahir sekali dalam 100 tahun. Jadi, kalau ingin ada Gus Dur lagi, kita harus menunggu 100 tahun lagi. Itu dianalogikan dengan kelahiran para mujaddid a'dham (pembaru besar) yang lahir dalam 100 tahun sekali.

Siklus 100 tahun tersebut mengacu kepada hadis riwayat Abu Daud: Innalaha yab'astsu lihadzihil ummah 'ala ra'syi kulli miatin sanatin man yujaddidu laha amra diniha. Dalam redaksi lain, yub'atsu lihadzihil ummah fikulli sanatin man yujaddidu amra diniha.

***

KH Muchit Muzadi dan KH M. Cholil Bisri menyebut Gus Dur sebagai jimat NU. Sebutan itu secara faktual tidak berlebihan karena Gus Dur hadir membawa perubahan saat NU sedang dalam masa suram, tak berwibawa. Apalagi, sejak 1970-an -sebelum menjadi ketua umum PB NU- Gus Dur aktif membangun wacana tanding (counter discourses) tentang NU (Umar Masdar: 2005). Lewat tulisan-tulisannya di media massa, Gus Dur mengangkat tema kegenialan NU dan budaya pesantren.

Langkah Gus Dur itu strategis karena -seperti dikeluhkan Benedict R. O'G Anderson, ahli Indonesia dari AS- sampai 1975 tidak ada tulisan tentang NU. Anderson menyatakan, pada 1975 itu sedikit sekali akademisi -terutama di Barat- yang tahu NU, bahkan belum ada disertasi doktor tentang NU. Anderson saat itu meragukan apakah segera ada disertasi tentang NU. Padahal, NU salah satu kekuatan sosial, kulural, keagamaan, dan politik yang sangat berpengaruh di Indonesia selama bertahun-tahun (Anderson: 1977).

Kemampuan intelektual Gus Dur yang mengangkat tema NU dan pesantren di media massa menjadi awal jawaban dari kelangkaan karya ilmiah tentang NU. Gerakan intelektual itu kian gencar setelah Gus Dur terpilih sebagai ketua umum PB NU. Gus Dur bahkan menghidupkan mesin NU lewat gerakan pembaruan pemikiran Islam inklusif  -populer dengan pribumisasi Islam.

Buahnya, terjadi ledakan intelektual dalam NU. Anak-anak muda NU, selain banyak mengikuti jejak Gus Dur menulis di jurnal ilmiah dan media massa, secara akademis sukses. Banyak anak muda NU yang kini menyandang gelar magister, doktor, dan profesor, baik lulusan dalam maupun luar negeri. Begitu juga, buku tentang NU hampir terbit tiap bulan. Bahkan, banyak sekali peneliti dan kandidat doktor dari luar negeri mengambil tema tentang NU sebagai objek kajian disertasi sejak Gus Dur memimpin NU, selain tentang Gus Dur sendiri.

Gus Dur juga melakukan pemberdayaan civil society dengan para aktivis LSM, HAM, dan demokrasi. Gus Dur bahkan melakukan gebrakan ekonomi dengan obsesi mendirikan 2.000 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusumma (NU-Bank Summa). Hingga kini, Nusumma eksis meski jumlahnya tak signifikan.

***

Berpijak dari sana, Gus Dur bukan cuma populer, tapi muncul -meminjam istilah Ulil Abshar Abdalla- mistifikasi terhadap Gus Dur. Mistifikasi adalah proses keyakinan mistik yang dilekatkan kepada seseorang yang dikagumi. Gus Dur, misalnya, diyakini sebagai waliyullah, weruh sa'durunge winarah, dan siapa yang menentang Gus Dur kualat. Namun, jika kita saksikan penghargaan publik setelah Gus Dur wafat, tampaknya ada benarnya. Konon, salah satu indikator wali, jika dia wafat, arus penghargaan massa terus mengalir secara permanen. Hingga kini, tiap hari ribuan orang menziarahi makam Gus Dur.

Maka, wajar jika lalu lahir massa pendukung Gus Dur yang dalam istilah Eric Hoffer disebut true believer,  pemeluk teguh atau pendukung fanatik (Hoffer; 1993).  Kelahiran true believer itu masif, baik di kalangan gus, kiai, orang awam, maupun anak muda NU. Orang menyebut kelompok tersebut Gus Durian. Yaitu, kader-kader ideologis yang fanatik dan paham serta menyerap gagasan atau pemikiran Gus Dur.

Saya tekankan kepada kader ideologis untuk membedakan dengan ''santri kepentingan'' yang hanya memanfaatkan karisma Gus Dur untuk kepentingan subjektif politik. Santri kepentingan juga berbeda dengan santri pesantren yang memiliki ciri tawadlu, ikhlas, tanpa pamrih, dan sam'an watha'atan, sesuai kultur pesantren. Santri kepentingan adalah mereka yang hadir ke lingkungan Gus Dur untuk kepentingan politik pragmatis, tanpa memperjuangkan gagasan Gus Dur. Ironisnya, santri kepentingan itulah yang banyak mengitari Gus Dur.

Sabtu, 05 Maret 2011

Ahmadiyah Lebih Berbahaya dari Bandar Narkob



iMirza Ghulan Ahmad, selain mengaku nabi, di samping bohong, ia menulis buku dan selebaran untuk mendukung Penjajah Inggris, dan menghapus jihad sampai sebanyak 50 lemari.
Pantaslah kalau Rabithah Alam Islami (Liga Dunia Islam) yang berpusat di Makkah tahun 1394 H menghukumi aliran Ahmadiyah itu kafir, bukan Islam, dan tak boleh berhaji ke Makkah. Karena memang syarat-syarat sebagai dajjal pendusta dalam diri Mirza pendiri Ahmadiyah ini telah nyata. Tinggal penguasa di negeri-negeri Islam menghadapinya, dengan mencontoh Abu Bakar ra yang telah mengerahkan 10.000 tentara untuk memerangi nabi palsu, Musailamah Al-Kadzdzab, hingga tewas.
Karena nabi palsunya, Mirza Ghulam Ahmad, telah mati dengan dihinakan oleh Allah Swt, maka penguasa kini tinggal melarang ajarannya, membekukan asset-asset pendukungnya, dan membubarkan aktivitasnya. Penguasa adalah pelindung, sebagaimana berkewajiban melindungi masyarakat dari perusakan jasmani misalnya narkoba, perusakan mental misalnya judi, maka perusakan aqidah, penodaan, dan pemalsuan yang dilakukan Ahmadiyah mesti dihentikan, dilarang dan diberantas tuntas.
Membiarkannya, berarti membiarkan kriminalitas meruyak di masyarakat, bahkan bisa diartikan mendukung rusaknya masyarakat. Padahal sudah ada contohnya, negeri jiran, Malaysia telah melarang Ahmadiyah sejak 1975. Sedang MUI (Majelis Ulama Indonesai) pun telah memfatwakan sesatnya Ahmadiyah sejak 1980. Forum Ukhuwah Islamiyah terdiri dari sejumlah Ormas Islam telah mengajukan suratke kejaksaan Agung untuk dilarangnya aliran sesat Ahmadiyah, September 1994.Permohonan yang sama juga dilakukan oleh LPPI pada tahun 1994. Larangan Ahmadiyah oleh beberapa Kejaksaan Negeri (Subang 1976, Selong Lombok Timur 1983, Sungai Penuh 1989, dan Tarakan 1989) serta larangan Ahmadiyah oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara 1984. Jaksa Agung masih menunggu apa lagi?

QuantcastTentang propaganda bohong, Ahmadiyah adalah jagonya. Hartono Ahmad Jaiz menyampaikan pengalamannya: “Propagandis Ahmadiyah di depan saya dan 1.200 hadirin di Masjid Al-Irsyad Purwokerto, April 2002, masih bisa ngibul (berbohong) dengan mengatakan bahwa banyak raja-raja di Afrika yang masuk ‘Islam’, yaitu masuk Jemaat Ahmadiyah. Hingga seakan-akan orang Ahmadiyah bangga dan berjasa kepada Islam karena bisa ‘mengislamkan’ raja-raja di Afrika.”
Ketika hal itu dikemukakan Hartono kepada Dr Hasan Audah, kontan mantan petinggi Ahmadiyah ini kembali tertawa dan berkata: “Itu bohong besar. Di Afrika, kepala-kepala dusun (desa) memang disebut raja. Jadi hanya tingkat kepala dusun, bukan berarti raja yang sebenarnya. Nah itulah yang dijadikan propaganda. Ahmadiyah memang penuh kebohongan dan propaganda,” tegasnya.
http://majalah.hidayatullah.com/wp-content/uploads/2010/05/mirza-ghulam-ahmad-21.jpg
Kalau disimak, keterangan Dr. Hasan Audah itu bisa dicocokkan dengan aneka ajaran Ahmadiyah, bahkan slogan-slogannya. Kebohongan memang ada di mana-mana. Di kitab sucinya, Tadzkirah, di sertifikat kuburan surga, bahkan di spanduk-spanduknya pun penuh kebohongan.
Satu contoh kecil, spanduk yang dipasang di berbagai tempat dalam lingkungan Al-Mubarok, sarang Ahmadiyah di Parung Bogor Jawa Barat, waktu kedatangan Khalifah Ahmadiyah Thahir Ahmad, Juni-Juli 2000, masa pemerintahan Gus Dur, adalah slogan Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci. Tetapi itu slogan bohong. Buktinya, ketika Ahmad Haryadi mantan propagandis Ahmadiyah bersama Hartono Ahmad Jaiz, Farid Okbah da’i Al-Irsyad, dan Abu Yazid pemuda Persis(Persatuan Islam) dari Bekasi Jawa Barat masuk ke sarang Ahmadiyah di Parung saat ada upacara besar-besaran mendatangkan Khalifah Ahmadiyah IV Thahir Ahmad dari London itu, tiba-tiba seorang tua bekas teman Haryadi membentaknya, “Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?!”
Ahmad Haryadi menjawab, “Itu kan ada spanduk, Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci.”
“Tidak bisa! Dicintai itu kalau kamu cinta kami. Kamu kan tidak cinta kami!” Ujar lelaki Ahmadiyah keras-keras.
Belum berlanjut perdebatan antara mantan dan aktivis Ahmadiyah itu tahu-tahu Ahmad Haryadi dan kawan-kawan ditangkap oleh kepala keamanan Ahmadiyahyang membawa 25 pemuda keamanan Ahmadiyah malam itu.
Slogan Semua Dicintai, Tiada yang Dibenci itu menurut Dr Hasan Audah, pertama kali diucapkan oleh khalifah sebelum Thahir Ahmad.
Kata-kata itu adalah perkataan yang bertentangan dengan Islam. Karena Islam bersikap Asyidaau ‘alal kuffar ruhamaau bainahum (bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan saling berkasih sayang sesama Muslim).
Bohong dan bertentangan dengan Islam itulah inti ajaran Ahmadiyah. Karena nabinya, Mirza Ghulam Ahmad, adalah seorang pembohong dan pembuat ajaran yang bertentangan dengan Islam.

Syaikh Muhammad Yusuf Al-Banuri, ahli Hadits di Karachi Pakistan, dalam kata pengantar buku Manzhur Ahmad Chinioti Pakistani, Keyakinan Al-Qadiani, LPPI, 2002, hal xxii menjelaskan bahwa Mirza Ghulam Ahmad menyampaikan beberapa pengakuan palsu secara bertahap.
  1. Pertama, ia mengaku sebagai mujaddid (pembaru).
  2. Kemudian ia mengaku sebagai nabi yang tidak membawa syari’at.
  3. Kemudian ia mengaku sebagai nabi dan rasul membawa syari’at, menerima wahyu seperti Al-Qur’an dan menerapkannya kepada dirinya.
  4. Setelah itu ia mengikuti cara-cara kebatinan dan zindiq (kufur) dalam ungkapan-ungkapannya. Ia mengikuti cara-cara Baha’i dalam mengaburkan ucapannya.
  5. Kemudian ia mulai meniru mu’jizat penutup para nabi, Nabi Muhammad saw.
  6. Lalu menjadikan masjidnya sebagai Masjid Al-Aqsha, dan desanya sebagai Makkah Al-Masih.
  7. Ia jadikan Lahore sebagai Madinah, dan menara masjidnya diberi nama menara Al-Masih.
  8. Ia membangun pemakaman yang diberi nama pemakaman al-jannah, semua yang dimakamkan di sana adalah ahli syurga.
Cukuplah jelas apa yang ditegaskan Nabi Muhammad SAW: “Kiamat tidak akan tiba sebelum dibangkikannyat para dajjal pendusta yang jumlahnya hampir tiga puluh orang. Setiap mereka mendakwakan bahwa dirinya adalah Rasul Allah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).


OBAT PENCEGAH HAILD



غاية تلخيص المراد من فتاوى ابن زياد - (1 / 196)
(مسألة): أفتى ابن عبد السلام وابن يونس بأنه لا يحل للمرأة أن تستعمل دواء يمنع الحبل ولو برضا الزوج، قال السبكي: ونقل عن بعضهم جواز استقاء الأمة الدواء لإسقاط الحمل ما دام نطفة أو علقة، قال: والنفس مائلة إلى التحريم في غير الحامل من زنا فيهما، والتحليل مطلقاً عند الحنفية، والتحريم كذلك عند الحنابلة اهـ. وفي فتاوى القماط ما حاصله جواز استعمال الدواء لمنع الحيض، وأما العزل فمكروه مطلقاً إن فعله تحرزاً عن الولد.
الفقه على المذاهب الأربعة - (1 / 103)
وإذا خرج بسبب افتضاض البكارة فأمره ظاهر لأنه يكون كالدم الخارج من يد الإنسان أو أنفه أو أي جزء من أجزاء بدنه فليس على المرأة إلا تطهير المحل الملوث به أما أن تصوم الحيض بسبب دواء في غير موعده فإن الظاهر عندهم أنه لا يسمى حيضا ولا تنقضي به عدتها وهذا بخلاف ما إذا استعملت دواء ينقطع به الحيض في غير وقته المعتاد فإنه يعتبر طهرا ويتنقضي به العدة على أنه لا يجوز للمرأة أن تمنع حيضها أو تستعجل إنزاله إذا كان ذلك يضر صحتها لأن المحافظة على الصحة واجبة
الموسوعة الفقهية الكويتية - (18 / 327)
أحكام عامة : - إنزال ورفع الحيض بالدواء : - صرح الحنابلة بأنه يجوز للمرأة شرب دواء مباح لقطع الحيض إن أمن الضرر ، وذلك مقيد بإذن الزوج . لأن له حقا في الولد ، وكرهه مالك مخافة أن تدخل على نفسها ضررا بذلك في جسمها . كما صرحوا بأنه يجوز للمرأة أن تشرب دواء مباحا لحصول الحيض ، إلا أن يكون لها غرض محرم شرعا كفطر رمضان فلا يجوز . ثم إن المرأة متى شربت دواء وارتفع حيضها فإنه يحكم لها بالطهارة ، وأما إن شربت دواء ونزل الحيض قبل وقته فقد صرح المالكية بأن النازل غير حيض وأنها طاهر . فلا تنقضي به العدة ، ولا تحل للأزواج ، وتصلي وتصوم لاحتمال كونه غير حيض ، وتقضي الصوم دون الصلاة احتياطا لاحتمال أنه حيض .وقد صرح الحنفية بأنه إذا شربت المرأة دواء فنزل الدم في أيام الحيض فإنه حيض وتنقضي به العدة

QUNUT DISEPARUH BULAN RAMADLAN



معالم السنن للخطابي 288 - (1 / 288(
فأما القنوت في شهر رمضان فمذهب إبراهيم النخعي وأهل الرأي وإسحاق ان يقنت في أوله وآخره.وقال الزهري ومالك والشافعي وأحمد بن حنبل لا يقنت إلاّ في النصف الآخر منه واحتجوا في ذلك بفعل أبي بن كعب وابن عمر ومعاذ القارىء
تحفة الأحوذي - (1 / 499(
)وقد روي عن علي بن أبي طالب أنه كان لا يقنت إلا في النصف الآخر من رمضان . وكان يقنت بعد الركوع)
روى محمد بن نصر في قيام الليل عن علي أنه كان يقنت في النصف الآخر من رمضان وروى أيضا فيه أن عليا كان يقنت في الوتر بعد الركوع ، وقد عقد بابا بلفظ : باب ترك القنوت في الوتر إلا في النصف الآخر من رمضان ، وذكر فيه آثارا عديدة فروى أثر معاذ بن الحارث الأنصاري : إذا انتصف رمضان لعن الكفرة ، وكان ابن عمر لا يقنت في الصبح ولا في الوتر إلا في النصف الآخر من رمضان . وعن الحسن كانوا يقنتون في النصف الآخر من رمضان . وكان الحسن ومحمد وقتادة يقولون : القنوت في النصف الآخر من رمضان . وعن عمران بن حدير : أمرني أبو مجلز أن أقنت في النصف الباقي من رمضان ، قال : إذا رفعت رأسك من الركوع فاقنت . وعن ابن شهاب كانوا يلعنون الكفرة في النصف ، وفي رواية : لا قنوت في السنة كلها إلا في النصف الآخر من رمضان . وروي فيه عن الحسن عن أبي بن كعب : أم الناس في رمضان فكان لا يقنت في النصف الأول ويقنت في النصف الآخر فلما دخل العشر أبق وخلا عنهم فصلى بهم معاذ القاري . وسئل سعيد بن جبير عن بدء القنوت في الوتر فقال : بعث عمر بن الخطاب جيشا فورطوا متورطا خاف عليهم فلما كان النصف الآخر من رمضان قلت يدعو لهم .قوله : ( وقد ذهب بعض أهل العلم إلى هذا وبه يقول الشافعي وأحمد )قال محمد بن نصر في قيام الليل : قال الزعفراني عن الشافعي أحب إلي أن يقنتوا في الوتر في النصف الآخر ولا يقنت في سائر السنة ولا في رمضان إلا في النصف الآخر ، قال محمد بن نصر ؛ وكذلك حكى المزني عن الشافعي حدثني أبو داود قلت لأحمد : القنوت في الوتر السنة كلها ؟ قال إن شاء قلت فما تختار ؟ قال أما أنا فلا أقنت إلا في النصف الباقي إلا أن أصلي خلف إمام يقنت فأقنت معه ، قلت : إذا كان يقنت النصف الآخر متى يبتدئ ؟ قال إذا مضى خمس عشرة ليلة سادس عشرة . وكان إسحاق بن راهويه يختار القنوت في السنة كلها انتهى كلام محمد بن نصر
المفهم لما أشكل من تلخيص كتاب مسلم - (6 / 89)
وعَنِ الْبَراءِبنِ عَازِبٍ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ كَانَ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ .
وجماعة من الصحابة والتابعين التخيير في ذلك. ثم اختُلِف : هل يكبر له ؟ وهل يرفع يديه إذا دعا فيه ؟ ومالك لا يرى شيئًا من ذلك . ثم اختلف القائلون بالقنوت في الفجر : هل يقنت في الوتر ؟ فقيل : يقنت في وتر السَّنَةِ كلها ، وهو قول ابن مسعود ، والحسن ، والنخعي ، واسحاق ، وأبي ثور. وقال قتادة : يقنت في السنة كلها ، إلا في النصف الأول من رمضان . وقالت طائفة : لا يقنت في الوتر جملة ، وهو مروي عن ابن عمر  وطاووس ، وهي رواية المصريين عن مالك . وروي عن علي وأُبَيّ وابن عمر وجماعة من السلف ، وهي رواية ابن وهب عن مالك : أنه يقنت في النصف الآخر من رمضان من ليلة ست عشرة ، وقيل : خمس عشرة ، وهو قول الشافعي وأحمد وإسحاق . وعن أبي حنيفة : لا يقنت إلا في وتر رمضان فقط. ثم اتفقوا على أنه لا يتعين في القنوت دعاء مؤقت ، إلا ما روي عن بعض أهل الحديث في تخصيصهم بقنوت مصحف أُبي بن كعب المرويّ : أن جبريل عَلَّمه النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ وهو : (( اللهم إنا نستعينك ونستغفرك... )) إلى آخره ، وأنه لا يصلى خلف من لا يقنت بذلك ، واستحبه مالك. واستحب


MENGAHIRKAN QODLO' RAMADA



مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج - (5 / 281)
( ومن أخر قضاء رمضان ) أو شيئا منه ( مع إمكانه ) بأن لم يكن به عذر من سفر أو غيره ( حتى دخل رمضان آخر لزمه مع القضاء لكل يوم مد ) لأن ستة من الصحابة رضي الله تعالى عنهم قالوا بذلك ، ولا مخالف لهم قاله الماوردي ، ويأثم بهذا التأخير كما في المجموع ، وفيه أنه يلزمه المد بدخول رمضان ، فإن لم يمكنه القضاء لاستمرار عذره كأن استمر مسافرا أو مريضا ، أو المرأة حاملا أو مرضعا حتى دخل رمضان فلا فدية عليه بهذا التأخير ؛ لأن تأخير الأداء بهذا العذر جائز فتأخير القضاء أولى ، وقضية إطلاقه أنه لا فرق عند التأخير بعذر بين أن يكون الفوات بعذر أم لا ، وبه صرح المتولي في التتمة ، وسليم الرازي في المجرد ، لكن نقل الشيخان في صوم التطوع عن البغوي من غير مخالفة أن ما فات بغير عذر يحرم تأخيره بعذر السفر ، وقضيته لزوم الفدية وهو الظاهر .قال الأذرعي : ويستثنى من الكتاب ما إذا نسي القضاء أو جهله حتى دخل رمضان آخر فإنه لا فدية عليه كما أفهمه كلامهم ا هـ .والظاهر أنه إنما يسقط عنه بذلك الإثم لا الفدية .فائدة : وجوب الفدية هنا للتأخير ، وفدية الشيخ الهرم ونحوه لأصل الصوم ، وفدية المرضع والحامل لتفويت فضيلة الوقت

tarawih 8 rokaat


  • احكام العبادات في التشريع الاسلامي - (1 / 76)

كيفية صلاة التراويح: صلاة التراويح عشرون ركعة بعشر تسليمات وهذا ما ذهب إليه الجمهور، بدليل ما روى أن عمر بن الخطاب كان يصلي بالناس عشرين ركعة. وهي عند مالك ست وثلاثون ركعة، وتجوز أن تصلى أقل من ذلك فتصلى ثماني ركعات بأربع تسليمات

SHOLAT TÂRAWÎH



1.    Sejarah Târawîh
Saat bulan Ramadlan tiba, masjid, mushalla dan surau-surau selalu  semarak dengan berbagai kegiatan agama. Kultum, pengajian bandongan, tadarrus al-Qur`an, dan shalat târawîh adalah menu utama selama bulan Ramadlan.
Shalat târawîh adalah shalat yang dilakukan di setiap malam di bulan Ramadlan. Bermaksud untuk menghidupkan malam bulan ramadlan sebagai bulan yang paling utama di antara bulan-bulan yang lain. Rasulullah saw. bersabda :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ   
”Barang siapa mendirikan (menghidupkan) bulan ramadlan karena iman dan mengaharap pahala, maka akan diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu.” (HR. Malik)
Tarawih secara bahasa memiliki arti istirahat berkali-kali. Sedangkan penamaan shalat ini dengan nama tarawih adalah dikarenakan disebabkan pelaksanaannya yang selalu diselingi dengan istirahat. Setiap empat rakaat sekali para jamaah shalat tarawih di makkah beristirahat dan melaksanakan thawaf.
Sejarah disunnahkannya shalat tarawih berawal dari kehadiran Rasulullah saw. di masjid pada malam tanggal 23 Ramadhan tahun kedua Hijriyah. Rasulullah saw. melaksanakan shalat yang kelak akan disebut dengan nama shalat tarâwîh.
Pada malam berikutnya, yaitu pada malam tanggal 25, rasulullah saw hadir lagi untuk melaksanakan shalat. Sahabat yang mengikuti Rasulullah saw. shalat semakin bertambah banyak. Pada malam ketiga, tepatnya pada malam tanggal 27 Rasulullah saw. juga hadir untuk melaksanakan shalat. Dan seperti malam-malam sebelumnya, para sahabat telah menunggu beliau untuk mengikuti shalat. Shalat yang dilakukan Rasulullah saw. di masjid saat itu adalah sebanyak 8 rakaat. Selanjutnya beliau menyempurnakannya di rumah beliau hingga genap 20 rakaat. Para sahabat pun juga menyempurnakan shalat tarawih dirumah mereka masing-masing hingga terdengar suara gemuruh orang shalat di seluruh penjuru bagai dengungan segerombol lebah.   
Terakhir, pada malam ke 29 para sahabat telah menunggu kehadiran Rasulullah saw. di masjid. Namun, setelah sekian lama di tunggu, ternyata beliau tidak hadir. Saat fajar menjelang, selepas shalat Shubuh, Rasulullah saw. bersabda :
قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إلاَّ أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
”Aku mengetahui apa yang telah kalian lakukan. Tidak ada yang mencegahku untuk hadir ke masjid selain kekhawatiranku apabila shalat ini diwajibkan bagi kalian.” Demikian dijelaskan Sayyidah ‘Aisyah dalam riwayat Imam Bukhâri, Muslim, dan Abu Dâwud.[1]
Dari hadits inilah disimpulkan kesunnahan shalat tarawih pada setiap malam di bulan Ramadlan. Serta kesunnahan pelaksanaan shalat tarawih dengan berjamaah. Sedangkan mengenai kehadiran Rasulullah saw. yang tidak pada tiap malam adalah karena belas kasih Rasulullah saw. kepada umatnya.[2]
Nama tarawih
2.    Raka’at Tarawih            
Jumlah rakaat shalat tarawih adalah dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat yang telah disepakati semua ulama, baik ulama kuno (salaf) maupun khalaf Dalil-dalil yang menjadi dasar pendapat ini banyak sekali baik dalil teks (naqli) ataupun dalil penalaran (aqli). Di antaranya adalah sebagai berikut :
a.        Hadits riwayat imam Bukhori dan imam Muslim sebagaimana dalam sejarah disunnahkannya shalat tarâwîh di atas. Dalam hadits tersebut dituliskan :
وَكَانَ يُصَلِّي ثَمَانَ رَكَعَاتٍ وَيـُكَمِّلُونَ بـَاقِيهَا فِي بـُيُوتـِهِمْ فَكَانَ يـُسْمَعُ لَهُمْ أَزِيزٌ كَـأَزِيزِ النَّحْلِ
“Rasulullah saw. Shalat sebanyak 8 rakaat, kemudian mereka menyempurnakannya di rumah masing-masing. Sehingga terdengar suara gemuruh bagai dengungan lebah.” [3]
b.       Sayyidina Umar ra., pada masa kekhalifahannya mengumpulkan penduduk untuk melaksanakan shalat tarawih di masjid secara berjamaah. Pada saat itu shalat tarâwîh dilaksanakan sebanyak 20 rakaat.  Ubay ibn Ka’ab adalah sahabat yang mendapat kehormatan ditunjuk oleh Sayyidina Umar untuk berlaku sebagai Imam.
Tindakan Sayyidina Umar ra. pada masa itu tidak mengundang kritik ataupun pengingkaran dari para sahabat lainnya. Ini menunjukkan telah terjadi kesepakatan (ijma’) sahabat bahwa rakaat tarawih adalah dua puluh. Sebagaimana keterangan dalam hadits-hadits di bawah ini :
عَنِ السَّائِبِ بـْنِ يـَزِيدَ قَالَ كَانـُوا يـَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بـْنِ الْخَطَّابِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بـِعِشْرِينَ رَكْعَةً
”Sâ`ib ibn Yazid berkata : Para sahabat melakukan shalat tarâwih di masa Umar ibn al-Khathâb ra. di bulan Ramadlan sebanyak dua puluh rakaat.” (HR. Baihaqi)
Hadits serupa juga diungkapkan oleh Yazîd ibn Rûmân, sebagaimana di riwayatkan imam malik dalam kitab al-Muwaththa` :
"Orang-orang senantiasa menghidupkan malam (shalat tarawih) di masa Umar ra. sebanyak dua puluh rakaat."
Ibn Hammâm, tokoh madzhab Hanafy mengatakan, shalat tarawih dua puluh adalah sunnah (yang dikerjakan) oleh Khulafâ’ ar-Rasyidîn.[4]
Keterangan Imam Malik dalam kitab al-Muwattha’ yang dikutip dalam kitab Kasyfu at-Tabarikh halaman 14 menyebutkan:
”Dari Yazid ibn Khuzaifah : ”Orang-orang (muslimin) pada masa Umar ra, melakukan shalat Tarawih di bulan Ramadhan sebanyak 23 raka'at (3 rakaat shalat witir). Dalam Sunan at-Tirmidzi halaman 734 disebutkan bahwa mayoritas ahli ilmu mengikuti apa yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar, 'Ali dan para Shahabat Nabi muhammad saw. Pendapat ini juga dikuatkan oleh ats-Tsauri, Ibnu al-Mubarok, dan Imam Syafi'i. Imam Syafi'i berkata : Inilah yang aku jumpai di negara makkah, mereka semua melaksanakan sholat tarawih sebanyak 20 rokaat. Dengan demikian, jumlah rokaat sholat tarawih yang benar adalah 20 rokaat, karena bilangan ini sudah ijma' para sahabat dizaman Sayyidina Umar ra. Maka barang siapa mengingkari ketetapan jumlah rakaat shalat tarawih sebanyak 20 rokaat, berarti ia mengingkari Khulafâ' al -Rosyidin dan ingkar pada Khulafâ' al Rosyidin artinya ingkar pada Nabi  Muhammad saw.
c.        Persoalan jumlah rakaat adalah persoalan yang ta’abbudy (dogmatif) bukan bagian dari hal-hal yang dapat dinalar (ta’aqquly). Tentunya para shahabat melakukan tarawih sebanyak dua puluh rakaat berdasarkan petunjuk Rasulullah saw. Karena tidak mungkin para shahabat berani membuat ketentuan sendiri dalam masalah jumlah rakaat shalat yang jelas-jelas tidak dapat dinalar (bukan ruang ijtihad). Rasulullah pun pernah bersabda :
إِنَّمَا أَصْحَابِي كَالنُّجُومِ فَبِأَيـِّهِمْ اقْتَدَيـْتُمْ اهْتَدَيـْتُمْ
“Sahabatku bagaikan bintang-bintang, maka kepada siapapun kalian menganut, kalian akan mendapatkan petunjuk.” (HR. Ibn ‘Abbas)

3.    Tanggapan-tanggapan
a.   Tanggapan terhadap hadits Sayyidah ‘Aisyah
Keterangan di atas seakan bertentangan dengan isi hadits Sayyidah ‘Aisyah yang diriwayatkan Imam Bukhori. Hadits yang menjadi dasar sebagian orang yang lebih meyakini bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 8 rakaat, bukan 20 rakaat. Hadits tersebut secara lengkap berbunyi :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ أَبِي سَلَمَةَ بـْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَأَلَ عَائـِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسِولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَغَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يـُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثـُمَّ يـُصَلِّي أَرْبـَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثـُمَّ يـُصَلِّي ثـَلاَثـًا قَالَتْ عَائِشَةَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَتـَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ ؟ قَالَ يَا عَائِشَةَ إِنَّ عَيْنِي تـَنَامَانِ وَلاَ يـَنَامُ قَلْبـِي
”Dari ‘Aisyah ra. Sesungguhnya Abi Salamah bin Abdirrahman bertanya kepadanya,”Bagaimana Rasulullah saw. shalat?” ‘Aisyah menjawab: ”Rasulullah saw. tidak pernah menambahi, baik di bulan Ramadhan maupun selain bulan ramadlan, dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, dan jangan kamu bertanya tentang baiknya dan lamanya shalat tersebut. Kemudian Rasulullah saw. shalat empat rakaat, dan jangan kamu bertanya tentang baiknya dan lamanya shalat tersebut. Kemudian Rasulullah saw. shalat tiga rakaat. Aisyah kemudian bertanya,“Ya Rasulallah, Apakah Anda tidur sebelum shalat witir? Beliau menjawab: “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur.” (HR Bukhâri, Muslim, Abu Dâwud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Mâlik).
Hadits ini secara tekstual seakan memberi pemahaman bahwa Rasulullah saw tidak pernah shalat melebihi sebelas rakaat. Baik di bulan ramadlan ataupun di selain bulan ramadlan. Sehingga, menurut hadits ini tidak mungkin shalat tarawih berjumlah 20 rakaat.
Namun jika dipahami lebih teliti, hadits ini sebenarnya tidak bisa menjadi dasar bahwa shalat tarawih tidak berjumlah 20 rakaat. Sebab hadits tersebut menjelaskan shalat witir, bukan shalat tarawih. Kesimpulan ini berdasar pada beberapa hal di antaranya :
a.     Pertanyaan Sayyidah ‘Aisyah ra. kepada Rasulullah saw. di akhir hadits tersebut, “Ya Rasulallah, Apakah Engkau tidur sebelum shalat witir?
b.     Hadits tersebut menjelaskan shalat Rasulullah saw. di bulan Ramadlan dan selain bulan Ramadlan. Sementara shalat tarawih hanya ada di bulan Ramadlan.
c.     Imam Bukhori mencantumkan hadits tersebut dalam bab shalat tarawih.[5]
Keterangan tersebut di atas didukung dengan beberapa riwayat lain. Di antaranya:
1.      Hadits riwayat Imam Malik :
عن عروة عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم أَنَّ رَسُولُ اللهِ  يـُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يـُوتـِرُ مِنْهَا بـِوَاحِدَةٍ فَإِذَا فَرَغَ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ اْلأَيْمَنِ
”Sesungguhnya Rasulullah saw. shalat sebanyak sebelas rakaat, dengan satu rakaat terakhir Rasulullah saw. mengganjilkan shalatnya. Setelah selesai, beliau merebahkan tubuhnya pada lambung sebelah kanan.” (HR. Malik dan Abu Dawud)
Hadits ‘Aisyah di atas adalah berita mengenai shalat yang dilakukan Rasulullah saw. berdasar apa yang ‘Aisyah lihat. Tidak menutup kemungkinan Rasulullah saw. juga pernah melaksanakan shalat lebih dari sebelas rakaat saat sayyidah ‘Aisyah tidak melihat beliau. Dalam hadits riwayat imam ahmad, Sayyidina Ali berkata :
كاَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يـُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ سِتَّ عَشْرَةَ رَكْعَةً سِوَى الْمَكْتُوبَةِ
”Rasulullah shalat malam enam belas rakaat selain shalat yang telah diwajibkan.” (HR. Ahmad)[6]
Hadits ini hampir sama dengan hadits riwayat Sayyidah ‘Aisyah yang mengabarkan bahwa Rasulullah saw. tidak pernah melaksanakan shalat dluha. Padahal sebagaimana telah maklum bagi kita bahwa shalat dluha hukumnya adalah sunnah, bahkan merupakan kewajiban bagi Rasulullah saw. Rasulullah saw. Dalam sebagian sabdanya Rasulullah saw. juga menganjurkan kepada sahabat Abu Hurairah ra. agar tidak pernah meninggalkan shalat dluha.
b.   Tanggapan terhadap hadits Jabir ra.
Selain hadits Sayyidah ‘Aisyah, ada juga hadits yang seakan bertentangan dengan pemahaman bahwa rakaat shalat tarawih adalah dua puluh rakaat. Hadits tersebut adalah hadits sahabat Jabir ra. yang secara jelas menyebutkan bahwa rakaat shalat tarawih hanya delapan rakaat. Jabir ra. Berkata :
عَنْ جَابِرٍ صَلَّى بـِنَارَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثـُمَّ أَوْتَرَ فَلَمَّا كَانَتْ اْلقَابـِلَةَ اجْتَمَعْنَا فِي الْمَسْجِدِ وَرَجَوْنَا أَنْ يَّخْرُجَ إِلَيْنَا حَتَّى أَصْبَحْنَا ... الحديث
”Rasulullah saw. Shalat bersama kami di bulan ramadlan sebanyak delapan rakaat, kemudian beliau melaksanakan shalat witr. Pada malam berikutnya kami telah berkumpul di masjid menanti kehadiran Rasulullah saw. Hingga fajar menyingsing ...” (HR. Ibn Hibban & Ibn Huzaimah)
Meski demikian, hadits tersebut tidak bisa menjadi dalil bahwa shalat tarawih hanya delapan rakaat. Sebab :
1.       Kemungkinan Jabir hanya datang pada malam kedua. Terbukti dalam hadits tersebut ia hanya menceritakan kisah dua malam. Padahal Rasulullah saw. Hadir di masjid sebanyak tiga atau empat kali. Demikian komentar az-Zarqâny menanggapi hadits sahabat Jabir di atas.
2.       Pernyataan sahabat Jabir bahwa Rasulullah saw. shalat tarawih sebanyak delapan rakaat bukanlah pembatasan. Ia hanya memberitakan sesuai apa yang ia lihat. Tidak menutup kemunginan para sahabat menambahkan rakaat shalat tarawih namun tidak diketahui oleh sahabat jabir.
Bahkan seandainya Jabir menafikannya, kemungkinan ia hanya mengisahkan sesuai yang ia ketahui sebagaimana sahabat Anas ra. Memberitakan bahwa Rasulullah saw. Tidak pernah mengangkat tangan saat berdoa kecuali pada shalat Istisqâ’. Padahal sahabat-sahabat yang lain meriwayatkan bahwa rasulullah saw. juga mengangkat tangan beliau saat berdoa meski bukan pada shalat Istitsqâ`.
3.       Telah dijelaskan bahwa para sahabat menyempurnakan shalat tarawih di rumah masing-masing sehingga terdengar gemuruh bacaan mereka laksana gerombolan lebah yang berdengung. Padahal sebagaimana dijelaskan di atas, tidak mungkin para shahabat berani menambah sendiri jumlah rakaat shalat kalau mereka tidak mendapat petunjuk dari Rasulullah saw. Sedang tindakan Rasulullah saw. yang hanya berjamaah delapan rakaat dan hanya hadir di masjid sebanyak tiga atau empat kali adalah bentuk kasih sayang beliau kepada umatnya.
4.       Kemungkinan lain, Nabi telah melaksanakan dua belas rakaat sebelum beliau berangkat ke Masjid. [7]

Dengan demikian, menurut kaca mata ushul fiqh hadits tersebut berstatus hadits mujmal disebabkan adanya banyak kemungkinan makna. Demikian ini menyebabkan hadits tersebut tidak bisa menjadi tendensi hukum. Sebuah kaidah fiqh menyebutkan :
وَقَائِعُ اْلأَحْوَالِ إِذَا تـَطَرَّقَ عَلَيْهِ اْلاحْتِمَالِ كَسَاهَا ثَوْبَ اْلإِجْمَالِ وَسَقَطَ بِهِ اْلاسْتِدْلاَلُ
”Kisah (nash) tentang suatu peristiwa apabila mengandung beberapa kemungkinan, maka termasuk kategori mujmal (global) dan tidak dapat digunakan sebagai dalil.”
Oleh karenanya para ulama lebih cenderung memperhatikan apa yang dilakukan Sayyidina Umar ra. sekaligus menjadikannya sebagai dasar penetapan jumlah rakaat shalat tarawih. Keputusan ini berdasar pada beberapa hal, di antaranya :
ü  Sayidina Umar ra. adalah sahabat yang oleh Rasulullah saw. diberi gelar al-Faruq. al-Fârûq secara bahasa berarti yang memisahkan. Julukan al-faruq di sematkan pada Sayidina Umar ra. karena Allah swt. telah memisahkan antara yang haq dan yang bathil melalui sayyidina Umar ra.
ü  Sayidina Umar adalah orang yang selalu mendapat ilham sehingga beliau tidak pernah berkata selain perkara yang baik dan benar karena kebeningan mata hati beliau. Rasulullah saw. bersabda:
إِنََّ اللهَ جَعَلَ الْحَقَّ عَلَى لِسَانِ عُمَرَ وَقَلْبـِهِ
”Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran pada lisan dan hati Umar.” (HR. at-Tirmidzi)
Dikuatkan pula dengan hadits :
لَقَدْ كَانَ فِيمَنْ قَبْلَكُمْ مِنَ اْلأُمَمِ مُحَدَّثُـُونَ أي مُلْهِمُونَ فَإِن يـَكُنْ فِي أُمَّتِي أَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ
”Sungguh telah ada di dalam umat sebelum kalian orang-orang yang memiliki dugaan (penglihatan hati) dan firasat yang tepat. Maka jika ada seseorang di dalam umatku maka dia adalah Umar.” (HR Bukhâri)
Dalam sebuah hadits Abdullah bin Umar pernah mengatakan :
مَا نَزَلَ بـِالنَّاسِ أَمْرٌ قَطُّ فَقَالُوا فِيهِ وَقَالَ فِيهِ ابـْنُ الْخّطَّابِ إِلاَّ نـَزَلَ الْقُرْآنُ عَلَى نَحْوِ مَا قَالَ عُمَرُ
”Tidak terjadi suatu masalah pada manusia, lalu mereka membincangkan masalah tersebut dan shabat Umar bin al-Khathâb juga mengatakan (berpendapat) kecuali al-Quran turun menerangkan masalah tersebut sesuai apa yang dikatakan Umar.” (HR at-Tirmidzi)
Masalah Maqâm Ibrâhîm, Hijâb, dan tawanan perang Badar adalah sebagian buktinya. Inilah kehebatan dan karamah yang dianugerahkan allah swt kepada Sayyidina Umar ra.
ü  Rasulullah saw. memerintahkan kita untuk selalu berpegang teguh dengan sunnah Khulafa` Rasyidin, khususnya Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw. bersabda :
إِنـَّهُ مَن يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتـِلاَفاً كَثِيرًا فَعَلَيْـكُم بـِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيـِّينَ بـَعْدِي فَعَضُّوا عَلَيْهَا بـِالنـَوَاجِذِ
“Dan sesungguhnya barang siapa hidup di antara kalian (setelah zamanku), maka ia akan melihat perselisihan pendapat yang sangat banyak. Maka ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafâ` ar-Râsyidîn yang mendapat petunjuk. Peganglah dengan sangat erat.” (HR. Thabrani)
Dalam kesempatan yang lain Rasulullah saw. juga bersabda :
اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ
”Ikutlah kalian semua dengan dua orang setelah wafatku, Abu Bakar dan Umar.” (HR. Tirmidzi)
c.    Tanggapan terhadap pendapat Madzhab Maliki
Sebagian ulama madzhab maliki berpendapat bahwa jumlah rakaaat shalat tarawih adalah 36, bukan hanya 20 rakaat saja. Pendapat ini berdasarkan pada pelaksanaan shalat tarawih di Madinah pada masa khalifah Umar ibn ‘Abdul ‘Aziz.
Namun pendapat ini juga tidak bisa digunakan untuk menyalahkan pendapat bahwa rakaat shalat tarawih adalah dua puluh. Sebab, pelaksanaan shalat tarawih sebanyak 36 rakaat di madinah adalah dengan maksud menyetarakan keutamaan dengan pelaksanaan shalat tarawih di makkah. Sebab, di makkah pelaksanaan tarawih selalu di selingi dengan thawaf setiap empat rakaat sekali.
Inilah sebabnya khalifah umar ibn abdul aziz berpandangan agar thawaf itu digantikan dengan shalat empat rakaat agar pahala pelaksanaan tarawih di makkah dan madinah bisa setara. [8]
 
4.    Bacaan Taradli disela-sela shalat tarawih
Taradli adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan ridlo dari allah swt. Secara umum mendoakan sesama adalah perbuatan terpuji. Baik mendoakan orang yang masih hidup ataupun yang telah meninggal dunia. Apalagi jika orang yang kita doakan adalah orang-orang yang memiliki kedudukan disisi Allah swt. Seperti para nabi, sahabat, atau para ulama. 
Tidak lain tujuannya adalah agar mendapat aliran barakah yang tentunya tidaklah sebanding dengan apa yang telah diberikan. Barakah yang diterima jauh lebih besar dari doa yang telah kita panjatkan untuk mereka. Rasulullah saw bersabda :
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
”Barang siapa membaca shalawat untukku satu kali, maka Allah swt. memberikan rahmat kepadanya sebanyak sepuluh kali.” (HR. Muslim)
Membaca taradli kepada para sahabat juga diajarkan oleh Allah swt. dalam firman-Nya :
šcqà)Î6»¡¡9$#ur tbqä9¨rF{$# z`ÏB tûï̍Éf»ygßJø9$# Í$|ÁRF{$#ur tûïÏ%©!$#ur Nèdqãèt7¨?$# 9`»|¡ômÎ*Î/ šÅ̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã
”Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridho kepada Allah.” (QS. at-Taubah ; 100)
Membaca taradli di sela-sela shalat tarawih sebenarnya tidak dikenal di masa awal Islam. Yang terjadi di Makkah, orang-orang melakukan thawaf mengelilingi Ka'bah setiap empat rakaat. Namun membaca taradli di sela-sela shalat tarawih juga tidak merupakan larangan agama. ini berdasar pada beberapa pertimbangan berikut :
1.       Secara prinsip, membaca taradli adalah amal yang di anjurkan agama sebagaimana dalam firman Allah swt surat at-Taubah ayat 100 di atas.
2.       Di anjurkan memisah antara beberapa shalat sunnah. Yaitu dengan berpindah tempat atau dengan berbicara. Dalam sebuah hadits disebutkan :
َعَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ رضي الله عنه أَنَّ مُعَاوِيَةَ رضي الله عنه قَالَ لَهُ إذَا صَلَّيْت الْجُمُعَةَ فَلاَ تَصِلْهَا بِصَلَاةٍ حَتَّى تَتَكَلَّمَ أَوْ تَخْرُجَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمَرَنَا بِذَلِكَ أَنْ لَا نَصِلَ صَلَاةً بِصَلَاةٍ حَتَّى نَتَكَلَّمَ أَوْ نَخْرُجَ
“Muawiyah ra. berkata kepada Sâ`ib bin Yazîd ra.: ”Apabila kamu shalat Jum’at maka janganlah kamu menyambungnya dengan shalat yang lain sehingga engkau berbicara atau keluar, karena Rasulullah saw. memerintahkan kami melakukan hal tersebut, yakni agar jangan menyambung shalat dengan shalat yang lain sehingga berbicara atau keluar.” (HR Muslim)
Dari dua dalil ini disimpulkan bahwa membaca taradli di sela-sela shalat tarawih hukumnya adalah sunnah. Sebab, membaca taradli disunnahkan secara muthlak, tidak ada ketentuan kapan dan di mana taradli itu sunnah di baca. Begitu juga, tidak ada ketentuan bacaan apa yang digunakan dalam memisah antara dua shalat. Sehingga memisah dua shalat dengan bacaan taradli juga termasuk dalam hukum sunnah. Sayyid Muhammad 'Alawy al-Maliki mengatakan : "Sesuatu yang tersusun dari hal-hal yang disyariatkan berarti juga disyariatkan."  
Dengan demikian membaca taradli di sela-sela shalat tarawih diperbolehkan dan bahkan merupakan perilaku sunnah, berdasar pada dua dalil di atas. Asalkan tidak meyakini bahwa membaca taradli adalah satu-satunya cara dalam memisah di antara rangkaian shalat Tarawih.





QUNUT

1. Pengertian Qunut
Secara bahasa, kata Qunut memiliki bermacam-macam makna. Dia antaranya adalah berarti doa, khusyu', ibadah, taat, penghambaan, ibadah, diam, mengerjakan shalat, mengerjakan shalat dengan lama, mengabadikan ketaatan.[9]
Sedangkan menurut istilah fikih qunut berarti suatu dzikir yang memuat doa dan pujian yang di baca pada posisi tertentu dalam shalat. [10]
2. Macam-Macam Qunut
      Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama menjelaskan bahwa qunut ada tiga macam :
1.       Qunut as-Shubh/al-Fajr, yaitu doa Qunut yang dibaca dalam shalat Shubuh,
2.       Qunut an-Nazilah, yaitu doa Qunut yang dibaca saat agama Islam atau orang Islam sedang mengalami cobaan atau musibah,
3.       Qunut al-Witr, yaitu doa Qunut yang dibaca dalam shalat Witr.
3. Hukum Membaca Qunut dalam Shalat Shubuh
Permasalahan Qunut dalam shalat Shubuh termasuk masalah khilafiyah (masalah yang diperselisihkan para ulama). Menurut madzhab Syafi'i dan madzhab Maliki, membaca doa Qunut dalam shalat Shubuh hukumnya sunah. Dalam Kitab al-Majmu' juz 3 hal. 504 Imam Nawawi menjelaskan :
مَذْهَبُنَا أَنـَّهُ يـُسْتـَحَبُّ الْقُنـُوتُ فِيهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نـَازِلَةٌ أَمْ لَمْ تَنْزِلْ وَبـِهَذَا قَالَ أَكْثَرَ السَّلَفُ وَمَنْ بـَعْدَهُمْ أَوْ كَثِيرٌ مِنْهُمْ وَمِمَّنْ قَالَ بـِهِ أَبُو بـَكْرٍ الصِّدِّيقُ وَعُمَرُ ابـْنُ الْخَطَّابِ وَعُثـْمَانُ وَعَلِيٌّ وَابـْنُ عَبَّاسٍ وَالْبـَرَّاءُ بْنُ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ
”Menurut madzhab kita (madzhab Syafi'i) membaca doa qunut pada shalat Shubuh hukumnya sunnah. Baik ada bencana yang sedang melanda ataupun tidak. Inilah pendapat mayoritas ulama salaf dan ulama setelahnya atau setidaknya banyak ulama yang berpendapat demikian. Termasuk yang berpendapat demikian adalah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin al-Khathab, Utsman, Ali, ibn Abbas, dan Barra` bin 'Azib.
Penjelasan di atas cukup sebagai dasar disunnahkannya membaca doa Qunut. Pendapat demikian juga diungkapkan oleh sahabat ‘Ammâr bin Yâsir, Ubay bin Ka’b, Abu Mûsâ al-Asy’ary, ‘Abdurrahman bin Abi Bakar as-Shiddîq, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Abu Halîmah Mu’âdz bin Hârits al-Anshâry, Sa’id bin Musayyab, Muhammad bin Sirin, dan lain-lain.[11]
Banyak sekali hadits-hadits yang mendasari hukum sunnah membaca doa qunut pada shalat shubuh. Di antaranya adalah beberapa hadits di bawah ini :
عَنْ أَنَسِ بـْنِ مَالِكٍ قَالَ مَازَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يـَقْنُتُ  فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنــْيَا
”Rasulullah saw. senantiasa membaca qunut ketika shalat Shubuh hingga Beliau wafat.” (HR. Ahmad bin Hanbal)
عَنِ ابـْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ يـُعَلِّمُناَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دُعاَءً نـَدْعُو بـِهِ فِي الْقُنُوتِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ
“Rasulullah saw. selalu mengajari kami doa yang dibaca dalam qunut shalat Shubuh. (HR. al-Baihaqi)
عَنْ أَنَسِ بـْنِ مَالِكٍ أَنـَّهُ سُئِلَ هَلْ قَنَتَ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ فَقَالَ نَعَمْ
Anas bin  Malik ditanya : ”Apakah Rasulullah saw. membaca doa qunut dalam shalat Shubuh? Beliau menjawab : ”Ya.” (HR Abu Dawud)
عَنْ الْعَوَّامِ بْنِ حَمْزَةَ قَالَ " سَأَلْتُ أَبَا عُثْمَانَ عَنْ الْقُنُوتِ فِي الصُّبْحِ قَالَ : بَعْدَ الرُّكُوعِ قُلْتُ : عَمَّنْ ؟ قَالَ : عَنْ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رضي الله تعالى عنهم " رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ وَقَالَ : هَذَا إسْنَادٌ حَسَنٌ
Al-‘Awwâm ibn Hamzah berkata : “Aku bertanya pada Abu Utsman tentang (waktu) qunut dalam shalat Shubuh. Beliau menjawab : ”setelah ruku’.” Aku bertanya lagi : “Dari siapa?” Beliau menjawab : ”Dari Abu Bakar, Umar, dan Utsman.” (HR al-Baihaqi)

4.Bacaan Doa Qunut
Bacaan doa Qunut tidak mempunyai ketentuan pasti. Setiap doa yang mengandung permohonan dan pujian kepada Allah swt. telah mencukupi dalam pembacaan doa Qunut. Namun, yang paling utama adalah doa yang diajarkan Rasulullah saw. sebagaimana dijelaskan yang terdapat dalam hadits riwayat al-Khamsah, at-Thabrâny, al-Baihaqy, dan an-Nasâ`i dari Hasan  bin ‘Ali :
عن الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنه قَالَ عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهنَّ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافَنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ إنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ إنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ "(رواه الخمسة) وزاد الطبراني والبيهقي "ولا يعز من عاديتَ" وزاد النسائي "وصلى الله تعالى على النبي "
Al-Hasan bin ‘Ali : ”Rasulullah saw. mengajariku beberapa kalimat yang aku ucapkan pada qunut shalat witir ; Allahumma ihdiny……” (HR. Imam Khomsah)
Hadits tersebut memang menjelaskan bacaan dalam qunut shalat Witir. Namun bacaan doa qunut dalam Shubuh tidaklah berbeda dengan shalat witir, sebagaimana keterangan dalam hadits :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ  كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ الرُّكُوعِ فِي صَلاَةِ الصُّبْحِ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ رَفَعَ يَدَيْهِ فَيَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ اللَّهُمَّ اهْدِنِي..... إلى آخره
Abu Huraira berkata : "Rasulullah saw. apabila mengangkat kepala dari ruku’ dalam shalat Shubuh pada rakaat yang kedua mengangkat kedua tangan Rasulullah saw. kemudian berdoa dengan doa ini : Allahumma ihdiny……" (HR al-Hâkim)
Hadits dengan makna serupa juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Ibn ‘Abbas ra.
Ada juga doa qunut yang diajarkan oleh Sayyidina Umar bin al-Khathab sebagaimana diriwayatkan Imam Baihaqi dari Abu Rafi’. Doa tersebut berbunyi :
اللَّهُمَّ إنَّا نَسْتَعِينُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ وَنُؤْمِنُ بِك وَنَخْلَعُ وَنَتْرُكُ مَنْ يَفْجُرُكَ اللَّهُمَّ إيَّاكَ نَعْبُدُ وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ وَإِلَيْك نَسْعَى وَنَحْفِدُ نَرْجُو رَحْمَتَكَ وَنَخْشَى عَذَابَكَ إنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحِقٌ اللَّهُمَّ عَذِّبْ كَفَرَةَ أَهْلِ الْكِتَابِ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ يُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَاءَكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَاجْعَلْ فِي قُلُوبِهِمْ الْإِيمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُولِكَ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوفُوا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ يَا إلَهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ 

5.Tanggapan-tanggapan
Ditemukan  beberapa riwayat hadits yang secara jelas menyebutkan bahwa rasulullah saw tidak pernah membaca doa qunut, atau pernah membacanya kemudian meninggalkannya. Hadits-hadits tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
a.        Hadits riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi dari Said bin Thâriq :
عَنْ أَبِي مَالِكٍ سعد بن طارق الْأَشْجَعِيِّ قَالَ قُلْت لِأَبِي يَا أَبَتِ إنَّك قَدْ صَلَّيْت خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ هَاهُنَا بِالْكُوفَةِ قَرِيبًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ ؟ قَالَ أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ ( رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ وَابْنُ مَاجَهْ ) وَفِي رِوَايَةٍ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ ؟
Abî Malik al-Asyja'i berkata : “Aku bertanya pada ayahku : ”Wahai ayah, sesungguhnya engkai telah shalat di belakang Rasululah saw., Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Thalib di Kufah selama sekitar lima tahun. Apakah mereka membaca doa qunut ?” Ayah menjawab : ”Wahai anakku, (qunut) adalah hal baru.” (HR Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibn Majah).
Dalam riwayat yang berbeda pertanyaan said ibn thariq kepada ayahnya berbunyi : ”Apakah mereka membaca doa qunut dalam shalat Shubuh?”
b.       Hadits riwayat Ibn  Huzaimah  dari  sahabat Anas ra. yang menyebutkan :
 أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَقْنُتْ إلاَّ إذَا دَعَا لِقَوْمٍ أَوْ دَعَا عَلَى قَوْمٍ
Sesungguhnya Nabi muhammad saw. tidak pernah membaca qunut kecuali apabila mendoakan (yang bermanfaat) bagi suatu kaum atau mendoakan (Yang merugikan) suatu kaum.” (HR ibn Khuzaimah)
c.        Hadits riwayat beberapa imam berikut ini :
وَعَنْ أَنَسٍ { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا ثُمَّ تَرَكَهُ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَفِي لَفْظٍ { قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَمُسْلِمٌ وَالنَّسَائِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَفِي لَفْظٍ { قَنَتَ شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ فَمَا رَأَيْته حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ } رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
Dari Anas, "sesungguhnya Nabi Muhammad saw. membaca doa qunut dalam sebulan kemudian meninggalkannya." (HR Ahmad) Dalam satu redaksi : ”Membaca qunut selama satu bulan mendoakan kepada beberapa kabilah dari kabilah-kabilah Arab kemudian meninggalkannya. (HR Ahmad, Muslim, an-Nasâ`I, dan ibn Mâjah). Dalam redaksi yang lain : “Membaca qunut selama satu bulan tatkala para ahli al-Qur`an terbunuh. Aku tidak pernah melihat beliau bersedih melebihi kesedihan beliau saat itu. (HR Bukhari)
 Hadits-hadits di atas memang bertentangan dengan hadits-hadits yang menjelaskan bahwa Nabi muhammad saw. selalu membaca doa qunut pada shalat Shubuh. Namun hadits-hadits ini tidak dapat dapat digunakan untuk menyangkal kesunnahan membaca doa qunut dalam shalat Shubuh. Sebab, sebuah kaidah ushul fiqh menyebutkan :
إِذَا تـَعَارَضَ الْمُثْبِتُ وَالنَّافِي قُدِّمَ المُثْبـِتُ ِلاشْتِمَالِهِ عَلَى زِيَادَةِ عِلْمٍ
”Jika bertentangan dalil yang menjelaskan adanya (terjadinya) suatu peristiwa dan dalil yang menjelaskan peristiwa tersebut tidak ada, maka didahulukan yang pertama, karena memuat tambahnya pengetahuan.”
Sedangkan perkataan Anas ra. berupa “tsumma tarakahû” maksudnya adalah meninggalkan doa kepada orang-orang kafir (kabilah Arab) atau meninggalkan qunut dalam selain shalat Shubuh. Tafsir demikian ini harus diterapkan karena hadits riwayat Anas yang menjelaskan Rasulullah saw. Membaca doa qunut dalam shalat Shubuh sangat tegas dan termasuk hadits Shahih sebagaimana komentar Syeikh Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali al-Balkhy, Imam al-Hâkim, Imam al-Baihaqy dan lain-lain. Hal ini dipertegas oleh salah satu riwayat Imam al-Baihaqy dari Abdirrahman bin Mahdy al-Imam yang berbunyi : ترك اللعن  juga oleh hadits :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ فِي صَلَاتِهِ شَهْرًا يَدْعُو لِفُلَانٍ وَفُلَانٍ ثُمَّ تَرَكَ الدُّعَاءَ لَهُمْ
Abi Hurairah berkata : "Sesungguhnya Nabi saw. membaca qunut setelah ruku’ dalam shalatnya selama satu bulan untuk fulan dan fulan kemudian meninggalkan doa (qunut) untuk mereka." (H. Bukhori & Muslim)
Dalam hadits tersebut jelas bahwa yang ditinggalkan Rasulullah adalah mendoakan qunut khusus untuk sebagian orang, bukan berhenti dari doa qunut secara mutlak.[12]





[1]   Abi al-Fadhl ibn ‘Abdus Syakûr, Kasyf at-Tabârih, ( Surabaya : Maktabah Salim bin Nabhan ), tt., hal.3.
[2] Syaikh KH. Ma’shum Ali dalam kitab Hujjah Ahlussunnah Wal Jama’ah hal. 27
[3] Syaikh KH. Ma’shum Ali dalam kitab Hujjah Ahlussunnah Wal Jama’ah hal. 25
[4]   Ibid, hal. 14.
[5]. Syaikh KH. Ma’shum Ali dalam kitab Hujjah Ahlussunnah Wal Jama’ah hal.  34-36
[6]               ‘Ali as-Shâbûny, Dalil-Dalil Shalat Tarawih Dua Puluh Rakaat, terjemah dari Al-Hadyu an-Nabawy as-Shahîh fî Shalât at-Tarâwîh oleh Ali al-Ibadi Thoha dan Sholihuddin Shofwan, (Jombang : Darul Hikmah), hal.63-65
[7]   Ibid, hal.10-11, Sulaiman ibn Muhammad al-Bujairimy, Hâsyiyah al-Bujairimy ‘alâ al-Khathîb, ( Beirut : Dâr al-Fikr), vol. ke-1, hal.422., KH. Ali Makshum, Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah. Abdul mid as-Syarwany, syiyah as-Syarwani Ala Tuhfah al-Muhtâj, vol. II, hal. 286
[8]. Syaikh KH. Ma’shum Ali dalam kitab Hujjah Ahlussunnah Wal Jama’ah hal.  31-32

[9]   Syihab ad-Dîn Ahmad bin ‘Ali bin Muhammad bin Hajar al-'Asqalâny, Op.Cit., vol.II, hal.394., Muhammad az-Zarqany, Syarh az-Zarqany 'Ala al-Muwatha`, (Beirut : al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra ), 1936, vol.I, hal.322.
[10]   Muhammad Nawawi bin Umar at-Tanâry al-Bantany, Qût al-Habîb al-Gharîb (Tausyih 'ala ibn Qasim), (Beirut : Dar al-Fikr), cet.ke-1, 1996, hal.62 & KHM. Hanif Muslih, Kesahihan Dalil Qunut, Santri, cet. ke-2, Januari 1997, hal.9
[11] Muhammad Abdurrahman ibn Abdurrahim al-Mubarakfury, Tuhfah al-Ahwadzy Syarh Sunan at-Tirmidzy, (Beirut:Dâr al-Fikr), cet.ke-2, 1979, vol.II, hal.432.
[12] Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ ‘ala Syarh al-Muhadzab, Maktabah al-Muniriyah, vol.III, hal.475-476.