Mengenai Saya

Foto saya
slumbung,ngadiluwih,kediri, jawa timur, Indonesia
AKU ANAK SULUNG DARI 5 SAUDARA

AHLAN WA SAHLAN

AHLAN WA SAHLAN
BI KHUDURIKUM....................!!!!!!!!!!
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA,DI BLOG SAYA YANG SEDERHANA INI....
BLOG INI SAYA PERSEMBAHKAN UNTUK KEDUA ORANG TUA SAYA.....
IBU DAN BAPAK SAYA TERCINTA...
MAAFKANLAH ANAKMU YANG SERING NYUSAHIN INI...
SERTA ORANG ORANG TERDEKAT SAYA......
SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT...!!!!!
AMIN.....!!!!


Selasa, 12 Juli 2011

Al-Qur'an


Al-Qur'an (ejaan KBBI: Alquran, dalam bahasa Arab قُرْآن) adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam memercayai bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril.
* 1 Etimologi
* 2 Terminologi
* 3 Nama-nama lain Al-Qur'an
* 4 Struktur dan pembagian Al-Qur'an
o 4.1 Surat, ayat dan ruku'
o 4.2 Makkiyah dan Madaniyah
o 4.3 Juz dan manzil
o 4.4 Menurut ukuran surat
* 5 Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf
o 5.1 Penurunan Al-Qur'an
o 5.2 Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
+ 5.2.1 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
+ 5.2.2 Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
# 5.2.2.1 Pada masa pemerintahan Abu Bakar
# 5.2.2.2 Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
* 6 Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an
o 6.1 Terjemahan
o 6.2 Tafsir
* 7 Adab Terhadap Al-Qur'an
* 8 Hubungan dengan kitab-kitab lain
* 9 Daftar kepustakaan
* 10 Lihat pula
* 11 Referensi
* 12 Pranala luar

Etimologi


Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:

“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)

Terminologi



Sebuah cover dari mushaf Al-Qur'an


Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.

Nama-nama lain Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:

* Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
* Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
* Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
* Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
* Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
* Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
* Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
* Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
* At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
* Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
* Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
* Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
* Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
* Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
* An-Nur (cahaya): QS(4:174)
* Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
* Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
* Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)

Struktur dan pembagian Al-Qur'an


!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Surat dalam Al-Qur'an, Makkiyah, dan Madaniyah

Surat, ayat dan ruku'

Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.

Makkiyah dan Madaniyah

Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah. Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat,sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.

Juz dan manzil

Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

Menurut ukuran surat

Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

* As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
* Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
* Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
* Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya

Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf



Manuskrip dari Al-Andalus abad ke-12


Penurunan Al-Qur'an


!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Periode penurunan Al-Qur'an

Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya

Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW

Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa pemerintahan Abu Bakar


Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.

Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:

Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran'. Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?' Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.' Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."

Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).


Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur'an


Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.

Terjemahan


Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an. Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; terkadang untuk arti hakiki, terkadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:

1. Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
2. Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
3. An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
4. Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS

Terjemahan dalam bahasa Inggris

1. The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
2. The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall



Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:

1. Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
2. Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
3. Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
4. Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
5. Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
6. Al-Amin (bahasa Sunda)

Tafsir

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tafsir al qur'an

Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.

Adab Terhadap Al-Qur'an


Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.

Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)

Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.

Hubungan dengan kitab-kitab lain

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Hubungan Al-Qur'an dengan kitab lain

Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:

* Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
* Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
* Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
* Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.

Daftar kepustakaan

* Departemen Agama Republik Indonesia -- Al-Qur'an dan Terjemahannya.
* Baidan, Nashruddin. 2003. Perkembangan Tafsir Al Qur'an di Indonesia. Solo. Tiga Serangkai.
* Baltaji, Muhammad. 2005. Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khatab. (terjemahan H. Masturi Irham, Lc). Jakarta. Khalifa.
* Faridl, Miftah dan Syihabudin, Agus --Al-Qur'an, Sumber Hukum Islam yang Pertama, Penerbit Pustaka, Bandung, 1989 M.
* Ichwan, Muhammad Nor. 2001. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang. Lubuk Raya.
* ------------------------------. 2004.Tafsir 'Ilmy: Memahami Al Qur'an Melalui Pendekatan Sains Modern. Yogyakarta. Menara Kudus.
* Ilyas, Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur'an Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
* al Khuli, Amin dan Nasr Hamid Abu Zayd. 2004. Metode Tafsir Sastra. (terjemahan Khairon Nahdiyyin). Yogyakarta. Adab Press.
* al Mahali, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As Suyuthi,2001, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Azbabun Nuzul Jilid 4 (terj oleh Bahrun Abu Bakar, Lc), Bandung, Sinar Algesindo.
* Qardawi, Yusuf. 2003. Bagaimana Berinteraksi dengan Al-Qur’an. (terjemahan: Kathur Suhardi). Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
* al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an. Jakarta. Lentera Antar Nusa.
* al-Qaththan, Syaikh Manna' Khalil. 2006. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an (Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an). Terjemahan: H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc, MA. Jakarta. Pustaka Al-Kautsar.
* ash-Shabuny, Muhammad Aly. 1996. Pengantar Studi Al-Qur'an (at-Tibyan) (terjemahan: Moch. Chudlori Umar dan Moh. Matsna HS). Bandung. al-Ma’arif.
* ash Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi. 2002, Ilmu-ilmu Al Qur'an: Ilmu-ilmu Pokok dalam Menafsirkan Al Qur'an,Semarang, Pustaka Rizki Putra
* Shihab, Muhammad Quraish. 1993. Membumikan Al-Qur'an. Bandung. Mizan.
* -----------------------------------. 2002. Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur'an Jilid 1. Jakarta. Lentera hati.
* Wahid, Marzuki. 2005. Studi Al Qur'an Kontemporer: Perspektif Islam dan Barat. Bandung. Pustaka Setia.

Jumat, 08 Juli 2011

Tan Malaka



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHrae7OWBiSYQrO9XkH70LVSQG7PkKgZAopx4dqVfoCn9DjUsaLyINGCO7uM0No8BhjWzTXd9kgWWCkfcNVZ6LmLuAo4G8-CkauLh-crtWuf3T3vuI2xfdxcfciQNPaU5lnPKMn13JLMXh/s1600-r/TanMalaka_DariPendjara_ed3.jpg
Salah satu sosok pahlawan nasional kita yang terlupakan. Mungkin salah sedikit (atau satu-satunya) sosok pahlawan yang memiliki kisah petualangan dari negara ke negara lain dan menjadi sosok yang dicari oleh Belanda dan banyak negara lain. Selain itu, pada masa revolusi kemerdekaan keberadaannya selalu dicari oleh para pejuang pada saat itu (termasuk oleh Bung Karno) karena hobinya melakukan penyamaran untuk menghindari mata-mata musuh, sehingga sosoknya selalu dan tidak banyak yang mengenal dengan pasti seperti apa sosok yang bernama asli Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka itu.

sayangnya keberadaan dari tokoh aliran kiri ini hilang secara dalam pergolakan revolusi kemerdekaan itu. Konon kabarnya Tan Malaka dibunuh pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya di daerah Kediri, Jawa Timur. Hingga kini makamnya tidak pernah bisa ditemukan.

Gunadarma
Borobudur dan Gunadarma adalah dua nama yang tidak bisa terpisahkan. Dalam sejumlah literatur, Candi Borobudur diarsiteki oleh sekelompok kaum atau sekelompok brahmana yang meletakkan dasar pada sebuah tempat pemujaan nya dan kemudian entah beberapa waktu kemudian (kemungkinan bisa puluhan, ratusan atau malah ribuan) dibuatkan sebuah proyek mega raksasa, pemberian sebuah “kulit” yang katanya dikepalai oleh seorang arsitek bernama Gunadarma.

Sedangkang siapa sebenarnya sekelompok kaum brahmana yang terdahulu tidak diketemukan catatan resmi tentang mereka, kemudian cerita tentang kepala penanggung jawab mega proyek pembuatan “kulit” situs tersebut yaitu Gunadarma juga tidak ada sebuah keterangan resmi mengenainya, bisa jadi kata Gunadarma adalah sebuah kata symbol dan bukan merupakan nama seseorang.

Kalau memang benar Gunadarma yang mengarsiteki pembangunan Candi Borobudur, maka perlu kita acungi jempol (kalo perlu pake empat kaki!) bagaimana Gunadarma melakukan perencanaan yang tepat dengan kondisi teknologi yang pada saat itu belum begitu canggih. sampai saat ini nama Gunadarma dan Borobudur itu sendiri masih menjadi misteri yang belum bisa diungkapkan dengan tuntas.
Suatu ketika majalah Sastra, dengan cetakan tahun VI No. 48, Agustus 1968, memuat sebuah cerpen yang berjudul Langit Makin Mendung yang dikarang oleh (diduga ini nama samaran). Cerpen ini bercerita tentang Nabi Muhammad yang memohon izin kepada Tuhan untuk menjenguk umatnya. Disertai malaikat Jibril, dengan menumpang Bouraq, Nabi mengunjungi Bumi. Bouroq bertabrakan dengan satelit Sputnik sehingga Nabi serta Malaikat Jibril terlempar dan mendarat di atas Jakarta. Di situ Nabi menyaksikan betapa umatnya telah menjadi umat yang bobrok. Cerpen ini adalah sindiran terhadap laku keagamaan masyarakat luas yang ”menyimpang” pada waktu yang belum jauh berselang dari terjadinya Tragedi 1965.

akibat penerbitan Cerpen yang bikin heboh umat ini, dituduh telah melakukan penodaan terhadap agama karena mempersonifikasikan Tuhan, Nabi Muhammad, dan Malaikat Jibril. Tanpa ampun lagi H.B. Jassin selaku penanggung jawab majalah itu dibawa ke pengadilan dan dipaksa untuk mengungkap siapa sebenarnya . H.B. Jassin menolak untuk mengungkap jati diri . Untuk itu ia dituntut Pengadilan Tinggi Medan dan divonis in absentia berupa kurungan selama satu tahun dan masa percobaan dua tahun.

Dan sampai saat ini pun identitas dari tidak terungkap dan dibawa hingga ke liang lahat oleh H.B. Jassin.

Imam Sayuti alias Tebo
Suatu hari, pada 1970 hiduplah sepasang suami-istri Fai dan Nasikah di lereng Gunung Watungan, Desa Wuluhan, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Fai bekerja sebagai kuli bangunan, istrinya membantu mencari kayu di hutan Ambulu. Masih pengantin baru, konon mereka belum sempat berhubungan suami-istri, Fai pergi ke kota untuk bekerja di proyek. Fai pun pamit untuk jangka waktu lama.

Ternyata, baru tiga hari pamitan, ‘Fai’ pulang lagi menemui Nasikah. (Dipercaya sebagai gendruwo atau makhluk halus. Postur, cara bicara, suara, dan perilakunya persis Fai, sang suami asli). Nah, si gendruwo yang menyamar sebagai Fai ini kemudian menyetubuhi Nasikah.

Nasikah, wanita desa itu, tenang-tenang saja karena menganggap ‘laki-laki’ itu suaminya yang sah. Bulan ketujuh Nasikah hamil, Fai palsu pamit. Datanglah Fai yang asli. Maka gegerlah sudah keluarga baru ini. Untung saja, ulama terkemuka di Ambulu meminta Fai untuk bersabar karena istrinya tidak selingkuh. Ada pesan atau isyarat spiritual yang terjadi dengan istrinya. Lalu, lahirlah bayi penuh rambut di tubuh dengan bintik-bintik merah. tuanya memberi nama Imam Sayuti. Tapi laki-laki kekar ini diberi nama gaib, Tebo, sesuai dengan petunjuk ‘dari langit’. Tebo kemudian diasuh oleh pasangan suami-istri ini layaknya anak mereka sendiri.

Sosok ini cukup menarik perhatian ketika Tebo dititipkan oleh manajer Wahana Misteri (penyelenggara pameran yang berkaitan dengan hal-hal gaib) pada tahun 1990 dan menjadi bintang pameran di sana. Akhirnya kontroversi keberadaan sosok ini merebak.

Tentu suatu hal yang ganjil jika ada makhluk alam lain bisa ’bersetubuh’ dengan manusia dan melahirkan manusia ’gado-gado’. Hingga saat ini belum ada penelitian yang lebih ilmiah untuk membuktikan keberadaan ’makhluk’ ini.
Perobek Bendera Belanda di
Peristiwa 10 November 1945 tentu tidak lepas dari dipicunya oleh salah satu peristiwa yang heroik, yaitu perobekan bendera Belanda di atas . Kisah ini dipicu oleh berita bahwa di di Tunjungan telah dikibarkan bendera Belanda merah-putih-biru oleh Mr Ploegman. Tentu saja hal tersebut tidak diterima oleh para arek-arek Suroboyo yang merasa pengibaran bendera tersebut dianggap sebagai penghinaan sebagai bangsa yang merdeka.
Pada akhirnya Mr. Ploegman dibunuh oleh seorang pemuda mendekati dirinya tanpa ia ketahui dan menusukkan pisaunya bertubi-tubi. Pada saat itu Mr. Ploegman menghadapi ribuan massa di depan hotel yang menuntut penurunan bendera triwarna tersebut. Pada saat itu teriakan untuk menurunkan bendera kian membahana. Sejumlah pemuda telah membawa tangga untuk naik ke atap hotel, terdapat 8 sampai 10 pemuda. Dari atap ada yang naik ke tiang bendera dalam gemuruh teriakan, lalu bagian biru bendera itu pun dirobek, dan jadilah kini Sang Merah Putih yang berkibaran di angkasa.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang menjadi perobek bendera tersebut? Dalam kondisi yang sangat kacau dan penuh massa, tentu tidak mudah bagi para saksi sejarah untuk mengetahui secara pasti siapakah yang melakukannya.
Penulis Buku Darmogandhul
Mungkin di antara karya-karya sastra kuno berbahasa Jawa, kitab Darmogandhul adalah salah satu sastra Jawa yang sangat kontroversial. Selain isinya banyak memutarbalikkan ajaran agama tertentu, juga kitab ini sarat dengan sejumlah keganjilan-keganjilan sejarah sebenarnya. Walaupun menggunakan latar belakang kisah runtuhnya Majapahit dan berdirinya kerajaan Demak Bintara, kisah Darmogandhul mencuatkan hal-hal yang tidak masuk akal pada zamannya. Hal ini didapati pada untaian kisah berikut:
… wadya Majapahit ambedili, dene wadya Giri pada pating jengkelang ora kelar nadhahi tibaning mimis, …
Maksudnya: pasukanMajapahit menembak dengan senapan, sedangkan pasukan Giri berguguran akibat tidak kuat menerima timah panas. Apakah zaman itu sudah digunakan senjata api dalam berperang? Hal tersebut tidak mungkin sebab senjata api baru dikenal sejak kedatangan bangsa Eropa ke bumi Nusantara. Darmogandhul ditulis setelah kedatangan bangsa Eropa, bukan pada saat peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Demak Bintara.

Lalu siapakah sebenarnya penulis kitab ini? Sampai saat ini belum ada yang bisa menunjukkan secara pasti siapakah pengarang kitab ’ngawur’ ini. dari sejumlah analisis tulisan dan latar belakang sejarah dalam kitab itu, Darmogandhul ditulis pada masa penjajahan Belanda. Penulis Darmogandul bukan yang tahu persis sebab-sebab keruntuhan Majapahit yakni Perang Paregreg yang menghancurkan sistem politik dan kekuasaan Majapahit, juga hilangnya pengaruh agama Hindu. Kitab Darmogandhul diduga hanya produk rekayasa sastra Jawa yang dipergunakan untuk kepentingan penjajah Belanda.

Supriyadi


http://aldiparis.files.wordpress.com/2008/08/supriyadi_11.jpg
http://djunaedird.files.wordpress.com/2008/08/supriyadi_masih_hidup_surya_online.jpg
GB
Siapa sih yang tidak kenal dengan sosok pahlawan satu ini. Kalo elo-elo gak tau, tandanya pas pelajaran sejarah pada tidur di kelas ya, hehehe…Supriyadi adalah pahlawan nasional , pemimpin pemberontakan pasukan Pembela Tanah Air () terhadap pasukan pendudukan Jepang di Blitar pada Februari 1945. Ia ditunjuk sebagai menteri keamanan rakyat pada kabinet pertama , tidak pernah muncul untuk menempati jabatan tersebut.
Pada waktu itu, Supriyadi memimpin sebuah pasukan tentara bentukan Jepang yang beranggotakan . Karena kesewenangan dan diskriminasi tentara Jepang terhadap tentara dan rakyat , Supriyadi gundah. Ia lantas memberontak bersama sejumlah rekannya sesama tentara . pemberontakannya tidak sukses. Pasukan pimpinan Supriyadi dikalahkan oleh pasukan bentukan Jepang lainnya, yang disebut Heiho.

Kabar yang berkembang kemudian, Supriyadi tewas. Tetapi, hingga kini tidak ditemukan mayat dan kuburannya. Oleh karena itu, meski telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah, keberadaan Supriyadi tetap hingga kini. Sejarah yang ditulis pada buku-buku pelajaran sekolah pun menyebut Supriyadi hilang.

yang membikin sosok Supriyadi semakin adalah banyaknya kemunculan - yang mengaku sebagai Supriyadi. Salah satu yang cukup kontroversial adalah sebuah acara pembahasan buku ‘Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno’, yang diadakan di Toko Buku Gramedia di Jalan Pandanaran Semarang. Dalam acara itu, seorang pria sepuh bernama Andaryoko Wisnu Prabu membuka jati diri dia sesungguhnya. Dia mengaku sebagai Supriyadi, dan
kini berusia 88 tahun.

sampai sekarang pengakuan tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya, meski secara perawakan dan sejumlah saksi membenarkan klaim tersebut.

MUHAMMAD THAIYIB PENERUS TRADISI ULAMA BANJAR


 BEBERAPA orang ulama yang berasal dari Banjar, Kalimantan Selatan, keluarga dekat dengan ulama yang diriwayatkan ini, telah diperkenalkan dalam Bahagian Agama, Utusan Malaysia. Mereka ialah Tuan Husein Kedah Al-Banjari, Generasi Penerus Ulama Banjar (16 Ogos 2004), Syeikh Abdur Rahman Shiddiq Al-Banjari, Mufti Kerajaan Inderagiri (23 Ogos 2004), Mufti Jamaluddin Al-Banjari, Ahli Undang-Undang Kerajaan Banjar, (15 Ogos 2005), Haji Yusuf Saigon Al-Banjari, (22 Ogos 2005) dan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Pengarang Sabil Al-Muhtadin (19 September 2005). Pada judul-judul yang tersebut ulama yang bernama Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari adalah jalur ke atas ulama yang diriwayatkan ini, sedang Tuan Husein Kedah al-Banjari adalah cucu beliau. Nama lengkapnya ialah Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud bin Qadhi Abu Su’ud bin Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari. Di antara nama yang digunakan dalam penulisan ialah Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Khalidi an-Naqsyabandi. Penambahan perkataan “al-Khalidi an-Naqsyabandi” adalah berdasarkan sebuah karya beliau judul, “Fat-hul Hadi. Dengan digunakannya perkataan yang tersebut berertilah ulama yang berasal dari Banjar yang tinggal di Kedah tersebut adalah seorang sufi, pengamal Thariqat Naqsyabandiyah aliran al-Khalidiyah. Daripada maklumat di atas jelas bahawa Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Banjari sama pegangannya dengan Syeikh Ismail bin Abdullah al-Khalidi (Minangkabau) yang kedua-duanya hidup sezaman yang menyebarkan Thariqat Naqsyabandiyah aliran al-Khalidiyah yang tersebut dalam kerajaan Riau-Lingga dan selanjutnya di Melaka dan Kedah. Sangat kemungkinan bahawa Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Banjari adalah murid pada Syeikh Ismail bin Abdullah al-Khalidi yang tersebut, hal ini kerana jika dibandingkan kemunculan ulama Minangkabau tersebut lebih dulu muncul daripada Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Banjari. *Asal usul Ayahnya Syeikh Mas’ud itulah yang dikatakan telah menemui syahidnya di dalam peperangan di antara Patani dan Kedah melawan Siam, iaitu bersama-sama kejadian hilangnya Syeikh Abdus Shamad al-Falimbani. Datuknya bernama Qadhi Haji Abu Su’ud diceritakan bahawa beliau pulang dari Makkah untuk meneruskan perjalanannya pulang ke Banjar telah singgah di Kedah. Sultan Kedah telah meminta kepadanya supaya tinggal di Kedah saja untuk menjadi guru baginda dan rakyat Kedah. Peristiwa yang sama berlaku pula kepada saudara kandung Syeikh Qadhi Haji Abu Su’ud yang bernama Syeikh Syihabuddin bin Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari diminta oleh Sultan Riau-Lingga supaya menjadi Mufti, mengajar istana dan rakyat Riau-Lingga dalam berbagai-bagai ilmu pengetahuan Islam. Pendek kata semua adik beradik dan datuk/nenek kepada Syeikh Muhammad Thaiyib adalah ulama-ulama besar yang terkenal dan tidak asing bagi masyarakat Melayu di seluruh dunia Melayu. Di Kedah Qadhi Haji Abu Su’ud al-Banjari atas kehendak Sultan Kedah telah kahwin dengan perempuan bernama Rajmah. Dari perkahwinan itu memperoleh anak dinamakan Mas’ud, iaitu ayah kepada Syeikh Muhammad Thaiyib yang diriwayatkan dalam artikel ini. Daripada cerita di atas dapat diambil kesimpulan bahawa ulama yang diriwayatkan ini sebelah ayahnya adalah berasal dari Banjar sedang sebelah ibunya berasal dari Kedah. *Pendidikan Syeikh Muhammad Thaiyib Banjar-Kedah dipercayai memperoleh pendidikan asas dari ayah dan datuknya sendiri. Selanjutnya Syeikh Muhammad Thaiyib juga mempunyai konteks kepada kaum keluarganya yang menjadi ulama di negeri Banjar, Jawa, Bangka, Belitung dan Makkah. Banyak kali beliau pulang ke Banjar, atau pergi ke Makkah, atau di tempat-tempat yang diketahuinya ada kaum keluarganya yang menjadi ulama. Pada masa usia mudanya lebih banyak menerima pelajaran daripada memberikan pelajaran. Tetapi manakala beliau telah meningkat tua adalah sebaliknya lebih banyak mengajar daripada menerima. Tidaklah diragukan bahawa Syeikh Muhammad Thaiyib tersebut adalah seorang ulama besar, bahkan anak beliau juga seorang ulama besar yang banyak jasanya dalam pembinaan ulama di Semenanjung Tanah Melayu. Daripada sebuah kitab judul Miftah as-Shibyan fi ‘Aqaidil Iman oleh Syeikh Muhammad Zain Nuruddin dapat diketahui sanad atau hubungan pengajian Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Banjari ialah, “… hamba mengambil ilmu sharaf, dan nahu, dan fiqh, dan ilmu tasawuf, dan ilmu ushuliddin di dalam Negeri Bahara Pesisir Kampung Dahari kepada Syeikhina Walidiyi al-murabbiyi ruhiyi wal jasadiyi al-’Alim asy-Syeikh Abbas, Imam al-Khalidi an-Naqsyabandi, ibnu al-Mukarram al-Haji Muhammad Lashub. Ia mengambil daripada asy-Syeikh Ismail ibnu asy-Syeikh al-Khathib Sikin, dan daripada asy-Syeikh Alim al-Allamah al-Fahamah asy-Syeikh Zainal Abidin bin Muhammad al-Fathani, dan daripada asy-Syeikh al-Allamah Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Banjari al-Qad-hi, dan daripada Syeikh ‘Ali al-Qad-hi.” Daripada petikan ini dapat disimpulkan bahawa Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Banjari al-Qad-hi adalah termasuk salah seorang guru bagi Syeikh Zainal Abidin bin Muhammad al-Fathani, iaitulah ulama besar dunia Melayu yang terkenal penyusun kitab ‘Aqidah an-Najin, Kasyf al-Litsam, Kasyf al-Ghummah, dan lain-lain. Melalui sanad ini menurunkan beberapa orang ulama di Sumatera Utara, di antaranya ialah Syeikh Abbas bin Haji Muhammad Lashub Imam al-Khalidi an-Naqsyabandi dan anak beliau Syeikh Muhammad Zain Nuruddin, Negeri Bahara Pesisir Kampung Dahari, Sumatera Utara, penyusun beberapa buah kitab. *Karya Ada tiga risalah karya ulama yang berasal dari Banjar ini yang telah dijumpai, ialah: 1. Miftah al-Jannah fi Bayan al-’Aqidah, 2. Fat-hul Hadi, 3. Bidayah al-Ghilman fi Bayan Arkan al-Iman, 4. Bidayah al-Ghulam fi Bayan Arkan al-Islam. Risalah yang pertama, Miftah al-Jannah, pada satu naskhah catatan diselesaikan penulisan pada 16 Syawal 1247 H/19 Mac 1832 M pada naskhah yang lain pula dinyatakan pada 16 Syawal 1255 H/23 Disember 1839 M. Terdapat pelbagai edisi cetakan, cetakan Mathba’ah al-Miriyah al-Kainah Mekah, 1321 H dan 1327 H. Dicetak kombinasi dengan risalah-risalah Ushul at-Tahqiq, Mau’izhah li an-Nas, Tajwid al-Quran semuanya tanpa menyebut nama pengarang. Dan di tepinya pula dicetak risalah Asrar ad-Din juga tidak disebut nama pengarang. Risalah yang kedua, Fat-hul Hadi, diselesaikan hari Isnin, 4 Jumadilakhir 1282 H/25 September 1865 M. Kandungan membicarakan ilmu tasawuf tentang haqiqat merupakan terjemahan dan petikan daripada kitab Syarh Tuhfah al-Mursalah Syeikh Muhammad Bin Fadhlullah Al-Burhanfuri yang disyarah oleh Syeikh ‘Abdul Ghani an-Nablusi. Pada bahagian akhir kitab Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Banjari menyatakan, “Bermula yang membangunkan bagi aku pada yang demikian itu, dan jika tiada aku ahli bagi yang demikian itu, isyarat daripada putera Sultan kami dengan lisan halnya dan maqalnya serta elok segala perangainya dan af’alnya. Maka bahawasanya ia datang akan aku dengan kelakuan segala faqir-faqir dan meninggal ia akan segala pakaian bagi segala amir-amir. Serta bahawasanya ia kamil pada kemuliaan, dan kekayaan dan rakha. Bermula namanya itu seperti nama seorang Nabi yang asyiq akan dia oleh Zulaikha …” Risalah yang ketiga (Bidayah al-Ghilman fi Bayan Arkan al-Iman) dijumpai sebuah manuskrip yang diselesaikan pada tahun 1297 H/1879 M. Hanya sebuah itu saja manuskrip judul ini, tidak terdapat salinan lainnya. Dalam sebuah manuskrip terkumpul beberapa buah naskhah, bukan karya Syeikh Muhammad Thaiyib sendiri saja. Pada halaman 3 terdapat tulisan Syeikh Abdul Muthallib bin Tuan Faqih Kelantan di Mekah, tahun 1307 H/1890 M. Kandungannya membicarakan mengganti sembahyang yang tertinggal menurut Mazhab Hanafi yang diamalkan dalam Mazhab Syafie. Halaman 6 sampai halaman 24 berasal dari tulisan Haji Abdur Rahman bin Haji Wan Thalib di dalam negeri Cenak, Kampung Temparak (Patani) tahun 1290 H. Membicarakan fiqh dimulai dengan membicarakan zakat. Halaman 35 sampai 51 iaitulah tulisan/karya Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud dengan judul yang telah disebutkan. Kandungan karya Syeikh Muhammad Thayib bin Mas’ud al-Banjari al-Qad-hi ini membicarakan ilmu tauhid, membahas Sifat Dua Puluh. Daripada yang dipaparkan di atas, terdapat banyak bukti bahawa Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud banyak meninggalkan karya yang lain, di antaranya telah dijumpai sebuah naskhah yang beliau karang dalam bahasa Arab dan di bawahnya diberi makna dengan bahasa Melayu. Di akhir manuskrip tersebut beliau tulis nama orang tuanya dengan “Mas’ud asy-Syahid”. Maksud asy-Syahid di sini ialah mati syahid dalam perang fi sabilillah melawan pencerobohan Siam terhadap Patani dan Kedah. Dengan dijumpai naskhah tersebut dapat memperkuat sekian banyak cerita masyarakat Melayu terutama di Kedah, Patani, Pontianak dan Banjar serta yang bertulis pula diriwayatkan oleh Tuan Guru Mufti Haji Abdur Rahman Shiddiq al-Banjari yang beliau ceritakan dalam kitab Syajaratul Arsyadiyah. Juga cerita rakyat yang mungkin ada pihak-pihak tertentu memandang cerita tersebut sebagai legenda atau dongeng. *Keturunan Anak-anak Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud di Kedah di antaranya ialah Haji Muhammad Nashir, Haji Salman, Haji Abdullah dan Haji Abdur Rahman. Haji Muhammad Nashir bin Syeikh Muhammad Thaiyib al-Banjari yang tersebut menurunkan seorang anak yang menjadi ulama besar yang sangat terkenal di Malaysia, Patani dan Banjar. Beliau ialah Tuan Guru Tuan Husein Kedah, atau nama lengkapnya Tuan Guru Haji Husein bin Muhammad Nashir bin Syeikh Muhammad Thaiyib bin Mas’ud al-Banjari al-Qad-hi. Sebahagian jasa Tuan Husein Kedah yang tidak dapat dilupakan ialah pendidikan pondok yang diasaskannya di Pokok Sena, iaitu termasuk di antara pusat pengajian pondok yang terkenal di Malaysia pada zamannya. Sangat ramai murid beliau yang menjadi ulama dan tokoh yang terkenal baik di Malaysia mahu pun di tempat-tempat lainnya seperti di Indonesia, Patani dan lain-lain. Tuan Husein pula meninggalkan beberapa buah karangan meneruskan tradisi datuk nenek beliau mulai dari Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari lagi. Di antara karangan Tuan Husein Kedah al-Banjari ada yang masih beredar di pasaran kitab sampai sekarang dan ada juga yang tidak beredar lagi. Di antara karangan Tuan Husein Kedah cucu Syeikh Muhammad Thaiyib al-Banjari al-Qad-hi ialah: 1. Hidayah ash-Shibyan, diselesaikan tahun 1330 H, 2. Qathr al-Ghaitsiyah, diselesaikan tahun 1348 H, 3. Bidayah ath-Thalibin, 4. Ushul at-Tauhid, 5. Hidayah al- Mutafakkirin dan lain-lain.